Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW DELHI. LG dan Samsung telah menggugat pemerintah India untuk membatalkan kebijakan yang meningkatkan pembayaran kepada pendaur ulang limbah elektronik.
Berdasarkan, dokumen pengadilan, kedua perusahaan asal Korea Selatan itu bergabung dengan perusahaan besar lainnya dalam menentang peraturan lingkungan India dengan alasan dampak bisnis.
Gugatan hukum tersebut, yang akan disidangkan pada hari Selasa (22/4) bersama dengan gugatan lainnya, menandai eskalasi kebuntuan yang melibatkan perusahaan asing dan pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi atas sikapnya terhadap praktik pengelolaan limbah.
LG dan Samsung tidak menanggapi permintaan komentar Reuters. Setali tiga uang, Kementerian Lingkungan Hidup India juga tidak menanggapi permintaan Reuters.
India adalah penghasil limbah elektronik terbesar ketiga setelah China dan AS, tetapi pemerintah mengatakan, di tahun lalu, hanya 43% limbah elektronik India yang didaur ulang dan setidaknya 80% sektor tersebut terdiri dari pedagang barang bekas informal.
Daikin, Havells India, dan Voltas Tata telah menggugat kebijakan dari pemerintahan Modi.
Baca Juga: Apple Terbangkan 1,5 Juta iPhone dengan Pesawat Jet dari India ke AS
Samsung dan LG telah melobi terhadap keputusan untuk menetapkan harga dasar yang dibayarkan kepada pendaur ulang, yang menurut New Delhi diperlukan untuk menarik lebih banyak pemain formal ke sektor tersebut dan meningkatkan investasi dalam daur ulang limbah elektronik.
Pengajuan LG di Pengadilan Tinggi Delhi, yang tidak dipublikasikan tetapi ditinjau oleh Reuters pada hari Senin, mengatakan bahwa aturan penetapan harga "gagal mempertimbangkan bahwa hanya dengan memeras perusahaan dan mengenakan pajak atas nama 'prinsip pencemar membayar', tujuan (pemerintah) yang ingin dicapai tidak dapat tercapai."
"(Jika) pihak berwenang tidak dapat mengatur sektor informal, maka itu adalah kegagalan penegakan hukum," dokumen pengadilan setebal 550 halaman dari tanggal 16 April menunjukkan.
Samsung, dalam dokumen setebal 345 halaman, yang dilihat oleh Reuters, mengatakan: "Pengaturan harga pada dasarnya tidak melayani tujuan perlindungan lingkungan," dan mengatakan hal ini "diperkirakan akan menyebabkan dampak finansial yang substansial."
Aturan baru India mengamanatkan pembayaran minimum sebesar 22 rupee (25 sen AS) per kilogram untuk mendaur ulang barang elektronik konsumen. Perusahaan elektronik mengatakan bahwa hal itu akan melipatgandakan biaya dan menguntungkan pendaur ulang dengan mengorbankan perusahaan elektronik.
Dalam dokumen pengadilan LG juga terlihat bahwa mereka menulis surat kepada pemerintah India pada bulan Agustus dengan mengatakan bahwa tarif yang diusulkan "sangat tinggi dan harus dikurangi" dan pemerintah harus membiarkan kekuatan pasar menentukan harga.
Samsung juga menulis surat kepada kantor Modi pada tahun lalu, dokumen pengadilan perusahaan tersebut menunjukkan, dengan mengatakan bahwa harga baru tersebut "5-15 kali lipat dari harga yang dibayarkan saat ini."
Baca Juga: Korea Selatan Temukan Pelanggaran pada Sejumlah Produk Ekspor untuk Hindari Tarif AS
Perusahaan riset Redseer mengatakan bahwa tarif daur ulang India masih rendah dibandingkan dengan AS, yang tarifnya lima kali lipat lebih tinggi, dan China, yang tarifnya sedikitnya 1,5 kali lipat lebih tinggi.
Pembuat AC India, Blue Star, juga telah mengajukan gugatan hukum yang menentang peraturan tersebut, dengan alasan beban kepatuhan, dokumen pengadilannya, yang dilihat oleh Reuters, menunjukkan.
Johnson Controls-Hitachi telah mengajukan upaya untuk menarik gugatan hukumnya dalam beberapa hari terakhir tanpa memberikan alasan, berdasarkan dokumen pengadilan yang dilihat oleh Reuters.
Blue Star dan Johnson Controls-Hitachi tidak menanggapi permintaan komentar.