Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Dihubungi berbeda, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memperkirakan bahwa industri manufaktur berisiko mengalami penurunan kinerja dengan proyeksi PMI kontraksi di bawah level 49.
Menurutnya, kenaikan biaya pokok pembelian bahan baku dan ongkos logistik akan menjepit pelaku industri dengan dua opsi pilihan yang sulit.
"Lakukan kenaikan harga ditingkat konsumen tapi volume penjualan melambat atau memangkas marjin tanpa merubah harga. Sejauh ini pelaku industri mulai meneruskan beban biaya produksi ke konsumen akhir," kata Bhima kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Sri Mulyani: Sektor Utama Penerimaan Pajak Tumbuh Positif pada Semester I-2022
Lebih lanjut Bhima mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi di sisi produsen sudah menyentuh di angka 9% sejak kuartal I-2022. Namun dirinya menyebut, para pelaku usaha belum serentak membebankannya kepada konsumen.
"Mungkin mereka menunggu momentum kesiapan daya beli, tapi sekarang sudah dihadapkan pada situasi global yang beresiko khususnya di pasar ekspor utama," tambahnya.
Di sisi lain, tren kenaikan suku bunga juga menjadi tantangan yang serius bagi pelaku industri. Sebagian pembelian mesin dan modal kerja akan bergantung pada pinjaman bank maupun penerbitan surat utang. Namun menurutnya, biaya dana (cost of fund) akan naik sementara pendapatan belum semua kembali pada situasi sebelum pandemi.