Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivitas manufaktur Indonesia masih berada dalam zona ekspansi karena masih di level 50. Namun laju ekspansi tersebut terus melambat pada Juni 2022.
S&P Global mencatat, Purchasing Manager's Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Juni 2022 berada di level 50,2, atau menurun dari Mei 2022 yang sebesar 50,8. Kondisi perlambatan ini baru terjadi setelah 10 bulan berturut-turut PMI manufaktur Indonesia berada di zona ekspansi.
Kondisi inflasi pada Juni yang begitu terasa berdampak pada kenaikan harga bahan baku yang tinggi dan menyebabkan kelangkaan, disusul juga kelangkaan produk yang meluas, sehingga mendorong biaya input yang membengkak. Selain itu, adanya inflasi global juga membuat permintaan menurun.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto mengatakan bahwa pada tahun ini inflasi global akan cenderung naik hingga akhir tahun nanti. Demikian juga di nasional, tren inflasi juga akan melonjak naik yang diikuti tren melemahnya nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Dibayangi Sejumlah Risiko, Industri Otomotif Diharapkan Masih Tumbuh Positif di 2022
Sementara itu, Ia menyebut, inflasi global yang naik juga akan menambah beban manufaktur yang komponen impornya tinggi, ditambah Rupiah yang melemah akan membuat industri manufaktur yang pemasarannya hanya di dalam negeri menjadi tertekan karena ongkos produksi naik.
"Di sisi lain dari para konsumen, inflasi ini akan menggerus daya beli," ujar Eko kepada Kontan.co.id, Minggu (3/7).
Oleh karena itu, menurutnya menjaga stabilitas kurs Rupiah saat ini sama pentingnya dengan menahan lonjakan inflasi. Adapun strategi yang lebih optimal menurutnya adalah otoritas moneter lebih berfokus pada mengurangi fluktuasi kurs, sementara otoritas fiskal berfokus menahan lonjakan inflasi.
"Sejauh ini sepertinya Bank Indonesia (BI) masih lebih fokus pada urusan pengendalian inflasi, dengan berupaya keras terus menahan kenaikan suku bunga acuan, dan berharap sektor riil bergerak menyambut kredit bank. Namun, jika Rupiah berfluktuasi maka sektor riil (termasuk manufaktur) juga akan kembali menahan ekspansi," katanya.
Sementara sisi positifnya, Eko melihat di tengah naiknya inflasi justru pemulihan ekonomi Indonesia masih cukup kuat, ditopang kenaikan komoditas. Hal ini menandakan bahwa masih ada ruang manufaktur untuk terus ekspansi mengingat pemulihan ekonomi yang sedang berjalan belum kembali pada situasi sebelum pandemi.
Baca Juga: Industri Menufaktur pada Juni Melambat, Begini Tanggapan Industri Kaca Lembaran
"Karena sebenarnya pemulihan ekonomi Indonesia belum sampai ke titik awal sebelum pandemi. Ini lah yang harus dimanfaatkan oleh manufaktur untuk mendapatkan gain," katanya.