kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal WNI di Hutan, Ini 5 Permintaan Indonesia


Selasa, 14 Februari 2023 / 04:51 WIB
Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal WNI di Hutan, Ini 5 Permintaan Indonesia
ILUSTRASI. Indonesia menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan penegakan hukum terkait ditemukannya perkampungan ilegal WNI di Malaysia. REUTERS/Lim Huey Teng


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NILAI. Pemerintah Indonesia menegaskan, pihaknya tidak mempermasalahkan penegakan hukum terkait ditemukannya perkampungan ilegal WNI di hutan Kota Nilai, negara bagian Negeri Sembilan, Malaysia. Akan tetapi, Indonesia memiliki sejumlah permintaan. 

Melansir Kompas.com, Departemen Imigrasi Malaysia (JIM) melakukan penggusuran perkampungan ilegal ini pada 1 Februari 2023 pukul 01.30 dini hari waktu setempat dalam Operasi Penegakan Terpadu. 

Perkampungan ilegal ini dibangun di dalam hutan, di atas tanah tidak rata, dan di daerah rawa yang diyakini sudah ada sejak lama. Permukiman ini bahkan sudah dilengkapi genset dan memiliki sekolah darurat dengan silabus pembelajaran dari Indonesia. 

Direktur Jenderal JIM menegaskan bahwa penggusuran dilakukan sesuai prosedur, karena orang-orang tersebut tidak memiliki dokumen data diri dan tinggal melebihi waktu (overstay), serta untuk mencegah warga asing kembali ke sana. 

Saat dihubungi Antara di Kuala Lumpur pada Rabu (8/2/2023), Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Malaysia, Hermono, mengatakan bahwa penindakan oleh otoritas setempat ini sudah sesuai kedaulatan Malaysia. 

Baca Juga: Tim Bantuan Kemanusiaan Tahap I dari Indonesia Bertugas Selama Sebulan di Turkiye

Dari operasi ini, aparat menahan 67 orang pendatang asing tanpa izin (PATI) yang berusia antara dua bulan hingga 72 tahun, terdiri atas 11 laki-laki, 20 perempuan, 20 anak laki-laki, dan 16 anak perempuan. 

Dirangkum dari Antara pada Sabtu (11/2/2023), berikut adalah lima permintaan Pemerintah RI terkait ditemukannya perkampungan ilegal warga Indonesia di hutan Malaysia. 

1. Majikan harus ditindak juga 

Pertama, Pemerintah Indonesia meminta penegakan hukum terhadap PATI harus adil, artinya semua pihak yang melanggar undang-undang di Malaysia juga harus ditindak. 

Sementara, yang saat ini terlihat ditindak hanya PATI, sedangkan majikannya hampir tidak pernah ditindak. 

"Kalaupun ada, jumlahnya sangat tidak signifikan," ujar Hermono. 

Mereka (penghuni perkampungan ilegal) bukan sedang piknik karena bekerja, sehingga ia menegaskan majikan juga harus ditindak. 

Di antara orang-orang itu ada yang mengatakan gajinya belum dibayar. Menurut Hermono, penegakan hukum jangan sepihak saja. Malaysia hanya memanfaatkan para PATI saja, begitu ada masalah, mereka ditindak. 

“Masalah PATI di Malaysia bukan 100.000-200.000 tapi jutaan (orang), lalu bagaimana penegakan hukum terhadap majikan? Jadi itu yang kita minta. Jadi kalau Malaysia mau menindak PATI, majikannya juga harus ditindak juga. Karena semua PATI pasti ada majikannya, enggak ada PATI yang enggak punya majikan. Artinya ada yang mempekerjakan,” jelas Hermono. 

Baca Juga: Buat Paspor yang Jadi dalam Satu Hari, Ada Biaya Tambahan Rp 1.000.000

2. Perhatikan hak anak dan perempuan 

Pada Selasa (7/2/2023), Hermono menemui 67 WNI di Depot Imigrasi Lenggeng, Negeri Sembilan. Menurut dia, di sana juga ada masalah ketakutan anak-anak. Anak-anak perempuan disatukan dengan ibunya dan anak laki-laki bersama bapak mereka dalam ruang berbentuk bangsal. 

Akan tetapi, di sana ada tahanan lain. Kondisi tersebut bagi anak-anak akan menimbulkan trauma psikologis untuk masa depan mereka, sehingga Pemerintah Indonesia meminta Malaysia mendeportasinya sesegera mungkin. 

Sebab bagaimanapun, bagi anak-anak di dalam penjara dapat menimbulkan pengalaman traumatik. 

“Memang di sana ada orangtuanya, tapi anak-anak adalah anak-anak, bukan tempatnya di tahanan. Ini juga harus kita minta kepada mereka,” pinta Hermono. 

Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur sudah memberikan bantuan pakaian, pampers (popok), dan lain-lain. Mereka akan mengirimkan lagi pakaian dan keperluan lainnya mengingat para WNI yang ditahan tidak membawa apa pun. 

Berkaitan dengan kesejahteraan tahanan di depot-depot tahanan Imigrasi, Direktur Jenderal Imigrasi Malaysia Datuk Seri Khairul Dzaimee Daud menyampaikan bahwa pihaknya selalu memastikan semua aspek kesejahteraan tahanan terjaga dengan mematuhi standar yang ditetapkan termasuk kepada tahanan wanita dan anak-anak. 

Soal perlindungan dan kesejahteraan warga asing khususnya anak-anak, katanya, selalu dilindungi. Hal itu juga menjadi agenda pertemuan Menteri Dalam Negeri Malaysia Saifuddin Nasution Ismail dengan Menteri Tenaga Kerja Indonesia Ida Fauziyah dan Menteri Hukum dan HAM RI Yasonna Laoly pada 31 Januari 2023. 

Baca Juga: Korban Lebih dari 15.000 Jiwa, Erdogan Dinilai Lamban dalam Menangani Bencana

3. Minta SUHAKAM lakukan investigasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 

RI juga merekomendasikan SUHAKAM yang merupakan Komnas HAM Malaysia, untuk melakukan investigasi dugaan pelanggaran terhadap hak asasi manusia saat razia yang berujung penangkapan dan penahanan. 

Menanggapi rekomendasi Komnas HAM RI tersebut, Dirjen Imigrasi Malaysia Khairul Dzaimee Daud dalam pernyataan medianya pada Selasa (7/2/2023) mengatakan, operasi yang dilaksanakan oleh imigrasi terorganisasi dan mengikuti SOP yang ditetapkan. 

Penahanan dilakukan karena mereka tidak memiliki dokumen identitas diri, melebihi masa tinggal, dan kesalahan lain melanggar Akta Imigrasi 1957/63, Akta Paspor 1966, dan Peraturan-peraturan Imigrasi 1963. 

Dari pemeriksaan, menurut dia, para WNI tersebut tidak berniat pulang, sebaliknya ingin terus berada di sana dalam waktu panjang walau tanpa dokumen yang sah. 

Khairul Dzaimee juga mengatakan, operasi tersebut tidak terkait dengan pelaksanaan Program Rekalibrasi Tenaga Kerja 2.0 (RTK 2.0) yang berlaku mulai 27 Januari hingga 31 Desember 2023. 

4. Tentang penahanan paspor 

Menurut Hermono, di antara WNI yang ditangkap di Nilai Spring ada yang memiliki permit tetapi ditahan oleh majikan sehingga tidak memegang dokumen. Itu adalah pelanggaran majikan menahan paspor sehingga berdampak pada penangkapan. 

“Kalau tidak ditahan paspornya pasti tidak ditangkap," katanya. 

Penahanan paspor pekerja adalah praktik yang sangat umum di Malaysia. Hermono mengatakan, menahan dokumen identitas seorang pekerja juga merupakan pelanggaran. 

“Itu sangat umum, bukan masalah 1.000-2.000 orang yang paspornya ditahan supaya enggak lari atau sebagai apa. Akan tetapi ini kan namanya pemaksaan, orang untuk bekerja tidak bisa lari karena paspornya ditahan,” ujar dia. 

Hal seperti itu, menurut Hermono perlu juga ditindak jika Malaysia berkomitmen menyelesaikan masalah PATI. Sudah bertahun-tahun Malaysia hidup dengan jutaan PATI, bukan baru sekarang. 

Ekonomi Malaysia juga digerakkan oleh PATI. Mereka harus mengakui mungkin jumlah PATI lebih banyak dari yang legal, tidak cuma berasal dari Indonesia tetapi juga Bangladesh dan India, sedangkan dari Filipina relatif sedikit. 

Maka, Hermono meminta 67 WNI yang ditahan di Nilai Spring segera dipulangkan bersamaan. Pemerintah Indonesia akan menanggung biaya pemulangan. 

“Itu yang terpenting," katanya. 

Baca Juga: KBRI Ankara Turki Kembali Mengirimkan 4 Tim Membantu & Mengevakuasi WNI Korban Gempa

5. Selesaikan persoalan PMI di Malaysia dalam enam bulan 

Hermono melanjutkan, kejadian ini perlu dilihat dengan baik dan disampaikan ke publik di Malaysia serta Indonesia, lalu persoalan PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Malaysia diselesaikan dalam waktu enam bulan. 

Menurut Hermono, yang terlihat sekarang tidak ada tindakan berkontribusi menyelesaikan masalah PMI di Malaysia. 

Sebaliknya, justru memperburuk suasana dengan hanya mengedepankan masalah penegakan hukum secara sepihak karena para pekerja yang terus dikejar-kejar, sedangkan majikannya bebas saja. 

Jadi, itu pun menurut dia tidak berkontribusi mewujudkan janji Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim kepada Presiden Joko Widodo juga kepada rakyat Indonesia. 

Anwar sempat berjanji akan menyelesaikan persoalan PMI di Malaysia dalam waktu enam bulan saat dirinya berbicara di hadapan publik di CT Corp ketika melakukan kunjungan resmi ke Jakarta, awal Januari 2023. 

Menurut Hermono, penyelesaian persoalan PMI dalam waktu enam bulan mustahil jika penyelesaiannya seperti yang terjadi di Nilai Spring. Harus mengedepankan aspek HAM juga, bukan cuma penegakan hukumnya. 

Mereka memang melanggar hukum tapi dalam penegakan hukumnya harus perhatikan aspek lain karena ada hak anak di sana, ada hak akses pendidikan untuk anak, ada elemen perlindungan perempuan, yang mana dalam konvensi internasional, Malaysia juga terlibat karena menjadi negara para pihak, kata Hermono.

Ia pun menyarankan untuk menghentikan dulu seluruh penempatan tenaga kerja ke Malaysia agar kedua negara dapat menyelesaikan masalah residual di sana. 

“Saya sudah bilang kemarin bahwa sejalan dengan komitmen Perdana Menteri Anwar Ibrahim untuk menyelesaikan masalah residu yang ada sekarang ya kita hentikan dulu penempatan dan kita fokus menyelesaikan masalah-masalah yang ada di depan mata kita ini,” ujar dia seraya menyatakan bahwa tidak semua akan setuju dengan rekomendasi tersebut.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "5 Permintaan Indonesia Usai Malaysia Temukan Perkampungan Ilegal WNI di Hutan"
Penulis : Aditya Jaya Iswara
Editor : Aditya Jaya Iswara



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×