Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Tri Adi
Nama Cheng Wei mulai menjadi sorotan khalayak dunia dalam beberapa bulan terakhir. Dia adalah aktor di balik kesuksesan Didi Chuxing. Ini merupakan perusahaan transportasi online yang menguasai pasar China sekaligus menantang popularitas Uber yang mendunia. Popularitas Didi yang membesar menjadi sumber harta Cheng yang mencapai US$ 1 miliar per Juli 2016. Ide awal pendirian Didi muncul karena Cheng sering tertinggal pesawat terbang.
Pengalaman buruk bisa berbuah kesuksesan besar di kemudian hari. Demikianlah yang dialami Cheng Wei. Sewaktu bekerja kantoran dan kerap bepergian dengan pesawat terbang, miliarder berusia 33 tahun ini sering ketinggalan pesawat.
Cheng mengaku selalu kesulitan memesan taksi saat ingin berpergian ke bandara. Pengalaman pahit inilah yang mendorong Cheng nekat keluar dari e-commerce terbesar di dunia, Alibaba Corp setelah delapan tahun bekerja.
Tiga tahun lalu, Cheng meninggalkan posisinya sebagai wakil presiden di Alipay, anak usaha Alibaba yang bergerak di sistem pembayaran. Cheng hengkang dari Alibaba untuk mendirikan perusahaan aplikasi pemesanan taksi Didi Dache.
Masa awal, Cheng mendapat tantangan berat, yakni meyakinkan para sopir taksi. Cheng dan timnya menghabiskan 40 hari mengganggu sopir di bandara dan stasiun kereta api agar mendaftarkan diri ke aplikasi Didi Dache.
Hingga akhirnya pada November 2012 terjadi badai salju di Beijing. Musibah itu membuat banyak konsumen kesulitan mencari taksi secara manual. Dus, konsumen dan para sopir ramai-ramai mendaftarkan diri ke Didi Dache.
Masa depan Didi Dache semakin kinclong ketika raksasa internet Tencent menyuntikkan dana segar sebesar US$ 15 juta. Investasi itu seiring dengan popularitas Didi Dache yang terus membesar.
Tahun 2014, Didi Dache menjadi salah satu penguasa pasar pemesanan taksi. Hanya satu pesaing abadi Didi Dache, yakni Kuaidi Dache. Ini adalah perusahaan aplikasi pemesanan mobil yang disokong oleh Alibaba.
Selama beberapa tahun, Didi dan Kuaidi bersaing memperebutkan posisi jawara di pasar China. Nah, di tengah persaingan yang semakin sengit, Uber Technologies membidik pasar China.
Surat CEO Travis Kalanick kepada investor menyadarkan Didi dan Kuadi. "Seluruh kota di China membutuhkan Uber lebih dari kota manapun di dunia," tulis Kalanick.
Aksi Uber masuk ke pasar China membuat Didi dan Kuadi merapat. Awalnya, Cheng bertemu dengan pendiri Kuaidi, Dexter Lu secara diam-diam untuk sekadar minum bir. Setelah berbulan-bulan ngobrol, Cheng dan Dexter menyadari bahwa mereka harus bergandengan tangan untuk menghadapi Uber. "Kami sadar ada banyak kekhawatiran untuk masa depan bisnis," kata Cheng, seperti dilansir Forbes.
Alhasil, Did dan Kuadi mengumumkan merger pada Hari Valentine 2015. Konsolidasi ini sekaligus menggabungkan dua kekuatan raksasa China, yakni Alibaba dan Tencent.
Setelah merger, dua perusahaan ini bersulih nama menjadi Didi Chuxing. Per Juni 2016, tercatat nilai perusahaan Didi Chuxing sebesar US$ 28 miliar.
Didi mampu melayani 11 juta perjalanan saban hari. Di China, Didi telah menguasai 87% pangsa pasar layanan transportasi online.
Tahun ini disebut-sebut menjadi tahun pertarungan antara Didi dan Uber, khususnya pertarungan modal. Dua aplikasi transportasi online ini terus mencari dukungan modal dari sejumlah perusahaan raksasa. Tujuannya adalah menjaga kinerja masa depan.
Yang terbaru, Didi mendapat kucuran dana US$ 600 juta dari China Life Insurance Co Ltd pada Juni 2016. Dana itu diperoleh Didi tak lama berselang pasca perusahaan ini mendapat gelontoran uang US$ 1 miliar dari Apple Inc pada 12 Mei 2016.
Selain kucuran modal langsung, Didi berniat mengalap dana dari pasar saham. Kabar yang beredar, Didi akan menggelar penawaran saham perdana (IPO) di Amerika Serikat pada tahun 2018.
Yang terang, seiring popularitas Didi yang mendunia, kantong Cheng makin tebal. Hartanya ditaksir mencapai US$ 1 miliar.
(Bersambung)