kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mendirikan museum untuk penggila karya seni (4)


Sabtu, 10 Februari 2018 / 09:05 WIB
Mendirikan museum untuk penggila karya seni (4)


Reporter: Umi Kulsum | Editor: Tri Adi

KONTAN.CO.ID - Sebagai seorang miliarder dengan kepemilikan kekayaan senilai US$ 3,5 miliar, bukan perkara yang sulit bagi Mitchell Rales menyalurkan hobi. Dukungan finansial yang kuat, menyebabkan pria yang kini berusia 62 tahun itu tak kesulitan memiliki hobi mengoleksi karya seni seniman kondang dunia. Perburuan karya seni sudah dia lakoni sejak tahun 1990. Hingga pada akhirnya, bersama sang istri, Mitchell membangun museum yang didedikasikan untuk masyarakat.

KEGEMARAN mengoleksi karya seni ternama, mendorong Mitchell Rales bersama sang istri, Emily Wei Rales, terinspirasi mendirikan sebuah museum. Miliarder asal Amerika Serikat (AS) itu berharap, dengan mendirikan sebuah museum, bisa mendatangkan manfaat bagi orang lain.

Tidak seperti saudara laki-laki kandungnya, Steven Rales yang memiliki hobi di dunia perfilman, Mitchell justru sangat menggemari dunia seni. Hal tersebut diwujudkan pendiri Danaher Corporation itu dengan mengoleksi lukisan karya dari seniman-seniman ternama dunia. Sedangkan untuk mengumpulkan seluruh koleksi karya seni yang dibelinya, Mitchell berinisiatif mendirikan sebuah museum yang dia berinama Glenstone.

Berbeda dengan banyak kolektor lain, Mitchell terbilang memiliki visi jangka panjang. Seperti terlihat dalam wujud Glenstone, salah satu museum pribadi modern dan kontemporer terbaik di dunia.

Lewat perburuannya selama ini, hingga tahun 2015 Mitchell telah mengumpulkan koleksi karya seni yang bila ditotal bernilai tak kurang dari US$ 1,25 miliar. Semua karya seni nan mahal tersebut dapat dinikmati masyarakat di museum Glenstone, yang dikelola oleh Glenstone Foundation. Asal tahu saja, pria berusia 62 tahun itu sudah mulai keranjingan mengumpulkan karya seni sejak tahun 1990-an.

Gagasan untuk mendirikan Glenstone sendiri memiliki filosofi yang melatarbelakangi. Ide pendirian Glenstone muncul, berawal dari pengalaman Mitchell saat selamat dari kecelakaan helikopter pada tahun 1998 di Rusia. Lolos dari maut, pria pemilik kekayaan senilai total US$ 3,5 miliar tersebut lantas menjadi lebih arif.

Di benaknya, dia memikirkan apa yang kelak dia bisa wariskan bagi keturunan Rales. Pilihan jatuh pada karya seni karena kebetulan dia penggemar karya seni.

Hingga akhirnya, Glenstone diresmikan pada tahun 2006. Museum tersebut menempati area seluas 30.000 kaki persegi dan dirancang oleh arsitek asal New York, Charles Gwathmey.

Pada perkembangannya, Mitchell ingin membawa gagasan yang segar bagi pengembangan museum tersebut. Dan demi memuaskan hasratnya itu, dia melancong mengunjungi tak kurang dari 50 museum ternama yang ada di seluruh dunia guna mencari inspirasi.

Guna menampung lebih banyak pengunjung, Mitchell berencana merenovasi dan mengembangkan Glenstone, yang saat ini hanya mampu menampung sekitar 25.000 pengunjung per tahun. Pasca renovasi yang ditargetkan selesai tahun 2018, museum itu dapat menampung 100.000 orang pengunjung per tahun.

Biaya ekspansi museum ini memang belum diketahui, namun diperkirakan menghabiskan dana US$ 125 juta. Rencana perluasan tersebut akan membuat Glenstone lebih besar dibanding New York Whitney Museum of American Art dan Broad di Los Angeles.

Kini Glenstone buka empat hari dalam seminggu. Pengunjung pun harus membuat reservasi, yang dimaksudkan agar dalam satu waktu pengunjung tidak berdesakan dan bisa lebih santai menikmati koleksi karya seni di museum ini.

Mengutip keterangan dari situs www. glenstone.com, museum ini berisikan lukisan, patung, foto, seni instalasi, dan karya multimedia oleh seniman yang ngetop sejak Perang Dunia II.

Karya seni yang ada di museum tersebut dibuat oleh sejumlah seniman kondang. Semisal John Baldessari, Joseph Beuys, Mel Bochner, Alighiero e Boetti, Dan Flavin, Willem de Kooning, Peter Fischli dan David Weiss, Katharina Fritsch, Robert Gober, Felix Gonzalez-Torres, dan David Hammons, dan Eva Hasse.

(Selesai)




TERBARU

[X]
×