Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
Kasus Delta AY.4.2 juga telah dilaporkan di Amerika Serikat (AS), Israel, dan Rusia. Israel pada 19 Oktober lalu mengonfirmasi kasus Delta AY 4.2 dengan seorang bocah lelaki berusia 11 tahun yang tiba dari Eropa sebagai pembawa.
Demikian pula, Rusia juga melaporkan "kasus terisolasi" dari Delta AY.4.2.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan, peningkatan kasus AY.4.2 telah diamati sejak Juli lalu dan diidentifikasi di 42 negara. Misalnya, Inggris, India, Israel, Amerika Serikat, dan Rusia.
Sebuah laporan di Science Alert menyebutkan, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) menyatakan, kasus Delta AY.4.2 masih “sangat jarang” di negeri uak Sam.
Dalam serangkaian tweet, Profesor Francois Balloux, Direktur Institut Genetika Universitas College London (UCL), mengatakan, sampai sekarang, kasus Delta AY.4.2 sebagian besar terjadi di Inggris dan "tetap sangat langka di tempat lain".
Baca Juga: Lonjakan kasus Covid-19 di Inggris jadi perhatian Indonesia
UKHSA menyatakan, meskipun bukti pada Delta AY.4.2 masih muncul, sampai sekarang, tampaknya tidak menyebabkan penyakit yang lebih parah. Delta AY.4.2 juga tidak membuat vaksin yang saat ini digunakan menjadi kurang efektif untuk melawannya.
Saat ini, UKHSA memantau Delta AY.4.2 dengan cermat untuk lebih memahaminya. Bahkan, perubahan kecil dalam mutasinya "mungkin cukup untuk menyebabkan perbedaan sifat virus dalam beberapa keadaan".
Namun saat ini, “Genom VUI-21OCT-01 tidak memiliki banyak mutasi dibandingkan Delta,” ungkap UKHSA.
Dalam sebuah wawancara dengan Science Media Center, menurut Profesor Balloux mengatakan, Delta AY.4.2 bukanlah situasi yang sebanding dengan kemunculan varian Alpha dan Delta yang jauh lebih menular dibanding strain apa pun yang beredar pada saat itu.
“Di sini, kita berhadapan dengan potensi peningkatan kecil dalam penularan yang tidak akan memiliki dampak yang sebanding pada pandemi,” tambahnya.