Sumber: Business of Fashion,Forbes | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
Bisnis Uniqlo berjalan sangat baik di Jepang. Hingga tahun 1998, Yanai sudah mampu membuka 300 gerai Uniqlo di seluruh Jepang.
"Saya mungkin terlihat sukses tetapi saya telah membuat banyak kesalahan. Orang menganggap kegagalan mereka terlalu serius. Anda harus positif dan yakin bahwa Anda akan menemukan kesuksesan di kemudian hari," ungkap Yanai dalam wawancaranya dengan majalah Monocle.
Pendekatan yang dilakukan Yanai dalam bisnis Uniqlo juga dinilai berbeda dengan kebanyakan merek fashion lainnya.
Zara misalnya, bisnis pakaian terbesar di dunia ini selalu merespons dengan cepat setiap tren mode yang muncul. Dengan cepat mereka langsung memproduksi model baru yang didistribusikan ke gerai-gerai hanya dalam waktu dua minggu.
Sementara Uniqlo melakukan hal yang sebaliknya. Uniqlo cenderung tidak mengikuti tren yang berkembang. Mereka merencanakan produksi pakaiannya hingga satu tahun sebelumnya.
Atas dasar pendekatan inilah Yanai menyebut bahwa Uniqlo bukan lah bisnis mode, melainkan bisnis teknologi.
Sekarang Yanai, bersama dengan Fast Retailing dan Uniqlo, berambisi untuk mengalahkan raksasa fashion dunia seperti H&M serta Inditex yang merupakan induk perusahaan dari Zara.
Baca Juga: Daftar 10 orang terkaya di Jepang, bos Uniqlo di posisi teratas