kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menimba pengalaman dari tempatnya bekerja (2)


Rabu, 03 Januari 2018 / 13:31 WIB
Menimba pengalaman dari tempatnya bekerja (2)


Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tri Adi

KONTAN.CO.ID - Sejak muda, Harindarpal Singh Banga atau yang biasa disapa Harry, sudah memiliki minat yang kuat di sektor kelautan. Cita-citanya memang menjadi seorang pelaut yang akhirnya kesampaian. Harry muda pun kemudian malang melintang di sejumlah perusahaan pelayaran. Ia pun menimba pengalaman sebanyak-banyaknya dari perusahaan tempatnya bekerja sebelum akhirnya mendirikan perusahaan jasa pengangkutan sendiri lewat bendera Caravel Group.

Harindarpal S Banga kini menempatkan dirinya sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Lewat Caravel Group, kini kekayaan pribadinya ditaksir mencapai US$ 1,02 miliar. Namun untuk mencapai status tersebut, banyak tantangan yang harus ia lewati.

Terlahir di Chandigarh, sebuah kota kecil di India, kehidupan yang pria yang akrab disapa Harry ini tidaklah mudah. Kondisi kota tersebut masih tertinggal dibandingkan dengan  kota-kota lainnya di Hindustan. Dengan kondisi seperti itu, sejak kecil ia ingin pergi mencari peruntungan yang lebih baik di kota lain.

Untuk mencapainya, pendidikan sebagai modal penting. Didukung jiwa petualangan Harry yang tinggi, setelah menempuh pendidikan tinggi, ia bercita-cita menjadi seorang pelaut. Dan sepertinya, ia memang berbakat di bidang itu.

Buktinya pada saat usianya baru 27 tahun, ia sudah berhasil menjadi kapten kapal. Ia pun bekerja untuk perusahaan pelayaran global yang berbasis di Eropa. Namun, petualangannya membawa ke Hong Kong, tempat yang di kemudian hari akan membawa cerita sukses baginya.

Pada 1979, ia bergabung dengan Gulf Group di Hong Kong sebagai manajer operasional. Nah, pada dekade 1970-an, usaha komoditas adalah bisnis yang sibuk. Sementara ekonomi global masih terombang-ambing di bawah guncangan harga minyak pada tahun 1973 dan tahun 1979.

Beberapa pemain oportunis memasok minyak murah dari negara-negara yang terkena embargo seperti Iran dan Irak dan mengirimnya ke beberapa negara di belahan dunia lain. Pengusaha seperti ini berhasil tumbuh dengan meminjam sejumlah besar uang dari bank, hingga praktik-praktik curang seperti penghindaran membayar pajak.

Salah satu pemain nakal tersebut kebetulan adalah bos si Harry sendiri. Beberapa tahun setelah bekerja di perusahaan tersebut, ia mencium praktik bisnis tak sehat yang dilakukan bosnya. Maka pada 1989, ia memutuskan mengundurkan diri,

Beberapa tahun sebelum Harry mundur dari Gulf Group, seorang pengusaha bernama Richard Elman mendirikan perusahaan pelayaran bernama Noble Group. Sadar ada bakat dalam diri Harry, ia buru-buru mengajaknya bergabung ke perusahaan tersebut.

Sementara itu, Noble berada dalam waktu dan tempat yang tepat. Pasalnya China yang saat itu disebut sebagai raksasa tidur mulai menggerakan roda ekonominya. China membutuhkan banyak bahan baku untuk membangun jalan, pelabuhan hingga pabrik. Di sisi lain, sejumlah negara seperti Australia, Filipina dan Vietnam mulai mengekspor mineral hingga komoditas pertanian.

Terlebih, kawasan Asia tidak berada di radar bisnis dari sejumlah pemain komoditas besar dunia semisal Cargill dan Vitol. Sehingga Noble memiliki kesempatan bertumbuh nyaris tanpa tantangan.

Bergabung bersama Noble menjadi momen pembelajaran penting bagi Harry. Karena pada periode tersebut, Pemerintah China banyak melakukan manuver dalam membuat kebijakan yang turut berpengaruh terhadap kondisi ekonomi. Dari sana ia sadar betapa risiko politik bisa mempengaruhi bisnis.

Ia kemudian mengembangkan kemampuannya untuk bisa menjalin relasi dengan sejumlah pihak. Mulai dari bankir, eksportir, sampai kalangan birokrat. Untuk menjalin relasi ini, ia kerap harus bepergian ke daerah-daerah terpencil guna mendapatkan peluang-peluang bisnis baru.

Tentu ini bukan perkara mudah baginya. Meski China membutuhkan pasokan komoditas, tapi sistem saat itu masih ketinggalan zaman. Bahkan beberapa pembuat kebijakan di China pada saat itu tak bisa berbahasa Inggris.   

(Bersambung)




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×