Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump gencar mendorong kesepakatan dengan perusahaan di berbagai sektor strategis, mulai dari farmasi, kecerdasan buatan (AI), energi, hingga mineral kritis.
Langkah ini ditujukan untuk memperkuat industri domestik sekaligus memberi keuntungan politik jelang pemilu paruh waktu 2026.
Sejumlah raksasa farmasi, seperti Eli Lilly, Pfizer, dan AstraZeneca, menjadi target utama.
Baca Juga: Perang Kata-Kata Putin-Trump: Kalau Rusia Macan Kertas, Lalu Apa Itu NATO?
Menurut sumber Reuters pada Kamis (2/10/2025), Eli Lilly diminta meningkatkan produksi insulin, sementara Pfizer diminta menambah pasokan obat kanker Ibrance dan obat kolesterol Lipitor.
Trump bahkan menekan AstraZeneca untuk mempertimbangkan relokasi markasnya ke AS.
Upaya tersebut bukan hanya di sektor farmasi. Lebih dari 30 industri masuk radar Gedung Putih, termasuk semikonduktor, pertambangan mineral kritis, energi, perkapalan, logistik, hingga kuantum computing.
Bentuk intervensi pemerintah bervariasi, mulai dari insentif tarif, jaminan pendapatan, hingga pengambilalihan saham di perusahaan.
Baca Juga: Shutdown Pemerintah AS Memasuki Hari Kedua, Trump Diskusikan Pemotongan Anggaran
Pada Selasa (30/9), Trump mengumumkan kesepakatan dengan Pfizer untuk menurunkan harga obat dengan imbalan keringanan tarif impor farmasi.
“Amerika Serikat tidak lagi mensubsidi layanan kesehatan dunia,” ujar Trump di Gedung Putih.
Pemerintah juga menyiapkan instrumen pembiayaan jumbo lewat U.S. International Development Finance Corporation (DFC).
Lembaga ini akan diperluas kewenangannya hingga mengelola US$250 miliar, dari sebelumnya US$60 miliar, termasuk untuk mengambil alih saham perusahaan di sektor strategis.
Selain itu, Departemen Perdagangan akan meluncurkan U.S. Investment Accelerator yang dipimpin Howard Lutnick.
Baca Juga: Industri Furnitur Terbentur Tarif Tambahan Trump, Berpotensi Pangkas Pesanan dari AS
Program ini akan menggunakan sebagian dana dari Jepang sebesar US$550 miliar dalam perjanjian dagang dengan AS.
Langkah ini mencerminkan pergeseran signifikan dari pendekatan pasar bebas.
“Sungguh mengejutkan, justru pemerintahan Partai Republik yang menjauhkan kita dari kapitalisme tradisional lebih jauh daripada pemerintahan Demokrat,” ujar John Coffee, profesor hukum korporasi di Columbia University.
Meski begitu, pemerintahan Trump menilai pendekatan ini sebagai strategi pragmatis untuk mengurangi ketergantungan pada China, mengamankan rantai pasok kritis, serta mengembalikan lapangan kerja manufaktur ke AS.