kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.284.000   34.000   1,51%
  • USD/IDR 16.566   -60,00   -0,36%
  • IDX 8.187   46,91   0,58%
  • KOMPAS100 1.118   2,27   0,20%
  • LQ45 785   2,83   0,36%
  • ISSI 289   2,14   0,75%
  • IDX30 413   1,70   0,41%
  • IDXHIDIV20 463   -0,01   0,00%
  • IDX80 123   0,29   0,23%
  • IDXV30 133   0,03   0,02%
  • IDXQ30 129   0,03   0,02%

Miliarder Ini Meyakini Bitcoin Takkan Pernah Jadi Mata Uang Cadangan Dunia, Mengapa?


Selasa, 07 Oktober 2025 / 06:28 WIB
Miliarder Ini Meyakini Bitcoin Takkan Pernah Jadi Mata Uang Cadangan Dunia, Mengapa?
ILUSTRASI. Miliarder sekaligus manajer hedge fund asal Amerika Serikat, Ray Dalio, memublikasikan sebuah unggahan di platform X yang menjelaskan pandangannya tentang peran Bitcoin dalam sistem moneter global. ANTARA FOTO/Galih Pradipta


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - Pada 2 Oktober 2025, miliarder sekaligus manajer hedge fund asal Amerika Serikat, Ray Dalio, memublikasikan sebuah unggahan di platform X yang menjelaskan pandangannya tentang peran Bitcoin dalam sistem moneter global.

Melansir Crypto News, Dalio menegaskan bahwa uang harus berfungsi sebagai alat tukar sekaligus penyimpan nilai. Dan yang lebih penting, unggahannya menunjukkan bahwa Bitcoin belum membuktikan diri untuk menjadi penyimpan nilai yang stabil.

Ia menambahkan, “Saya ragu bank sentral akan mengadopsinya sebagai mata uang cadangan.” 

Salah satu alasannya adalah karena transparansi blockchain Bitcoin.

Alasan Dalio: Transparansi dan Ketahanan

Dalio menjelaskan pandangannya melalui dua alasan utama.

Pertama, transparansi. Blockchain Bitcoin mencatat setiap transaksi secara permanen di buku besar publik. Meski hal ini sering dipuji sebagai perlindungan terhadap korupsi dan penipuan, Dalio melihatnya sebagai kelemahan bagi pemerintah.

Bank sentral membutuhkan kerahasiaan saat mengatur cadangan, mengelola modal, atau melakukan intervensi pasar.

“Buku besar yang sepenuhnya publik akan membuka langkah-langkah yang tidak bisa diungkap oleh pemerintah,” tulisnya.

Baca Juga: Bitcoin Bertahan Dekat Rekor Tertinggi, Didorong Minat Investor dan Sentimen AS

Kedua, ia menyoroti ketahanan (resilience). Dalio mengingatkan adanya kemungkinan bahwa kodenya bisa diretas atau dibuat tidak efektif oleh kebijakan pemerintah, yang mengacu pada risiko teknis dan regulasi.

Walau dasar kriptografi Bitcoin telah bertahan selama 15 tahun, ia menilai ketidakpastian atas potensi kerentanan, fork, atau pembatasan negara membuatnya tidak cukup andal sebagai fondasi manajemen cadangan.

Masalah Volatilitas

Volatilitas juga menjadi kendala besar. Menurut data CoinMetrics, volatilitas tahunan Bitcoin selama satu tahun terakhir berada di kisaran 40–50%, jauh lebih tinggi dibanding emas yang hanya 10–17% per tahun.

Selama puluhan tahun, rata-rata volatilitas emas berkisar 15–16%, sedangkan indeks dolar AS hanya bergerak di kisaran satu digit.
Perbedaan besar ini membuat Bitcoin kurang menarik bagi bank sentral yang menuntut stabilitas dan prediktabilitas.

Meski begitu, Dalio mengakui bahwa ia tetap memiliki sebagian kecil Bitcoin. Pandangannya konsisten dengan tulisannya pada 2021, ketika ia menyebut Bitcoin sebagai opsi jangka panjang untuk masa depan yang sangat tidak pasti. Dia juga menyarankan agar Bitcoin hanya menjadi porsi kecil dalam portofolio yang terdiversifikasi.

Baca Juga: Harga Bitcoin Diprediksi Tembus US$150.000, Analis: Kenaikan Besar Baru Dimulai

Jalan Panjang Menuju Status Cadangan Resmi

Untuk menjadi aset cadangan dunia, Bitcoin harus bisa menandingi instrumen yang selama ini disimpan oleh bank sentral: dolar AS, obligasi pemerintah, euro, dan emas.

Hingga kuartal II 2025, dolar AS masih menguasai 57% cadangan devisa global, meski ada tren kenaikan cadangan emas dan yuan.

Data World Gold Council menunjukkan bank sentral dunia kini memegang 36.000–37.000 ton emas, dengan AS sebagai pemegang terbesar (8.133 ton).

Emas disukai bukan karena kenaikan harga cepat, tapi karena ketahanannya, likuiditas, dan penerimaan universal—sesuai karakter aset cadangan sejati.

Sebaliknya, Bitcoin hanya dimiliki secara terbatas oleh negara. Pada 2025, total kepemilikan pemerintah diperkirakan sekitar 463.000 BTC (2,3% dari total suplai).
AS menjadi pemegang terbesar (207.000 BTC) dari hasil sitaan, diikuti China, Inggris, Ukraina, dan Bhutan.

Namun, sebagian besar kepemilikan itu bukan hasil strategi cadangan, melainkan akibat penegakan hukum atau eksperimen nasional.

Meskipun AS kini membentuk Strategic Bitcoin Reserve dan beberapa negara seperti El Salvador serta Argentina mengaitkan Bitcoin dengan kebijakan nasional, langkah tersebut masih jauh dari standar cadangan tradisional.

Perbandingan nilai pun masih timpang — cadangan emas AS saja jauh lebih besar dari seluruh Bitcoin yang dipegang pemerintah dunia.

Tonton: Bitcoin ETF Bakal Dorong Reli Bitcoin? Simak Proyeksi Perbankan Global!

Dengan volatilitas tinggi, regulasi belum jelas, dan tanpa dukungan likuiditas antarnegara, Bitcoin belum memenuhi syarat sebagai aset cadangan global.

Dalio skeptis bukan karena pesimis, tetapi realistis.

Bank sentral memerlukan aset yang tahan lama, rahasia, dan stabil — kriteria yang belum bisa dipenuhi Bitcoin.

Untuk saat ini, Bitcoin lebih cocok dianggap sebagai instrumen spekulatif dan aset pelengkap, bukan pilar utama sistem cadangan dunia.

Selanjutnya: SDPC Hati-Hati dan Selektif Ekspansi

Menarik Dibaca: Promo HokBen Ngeramen Dulu Oktober 2025, Cuma Rp 52.000-an Bebas Pilih Ramen




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×