Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak ditutup bervariasi karena gencatan senjata maritim dan energi antara Rusia dan Ukraina yang mengimbangi kekhawatiran tentang pasokan global yang lebih ketat karena ancaman tarif Amerika Serikat (AS) pada negara-negara yang membeli produksi Venezuela.
Selasa (25/3), harga minyak mentah jenis Brent untuk kontrak pengiriman Mei 2025 ditutup naik tipis 2 sen atau 0,03% ke US$ 73,02 per barel.
Berbeda, Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Mei 2025 ditutup turun 11 sen, atau 0,16%, menjadi US$ 69 per barel.
Sentimen bagi minyak dating setelah AS mencapai kesepakatan dengan Ukraina dan Rusia untuk menghentikan serangan di laut dan terhadap target energi, dengan Washington setuju untuk mendorong pencabutan beberapa sanksi terhadap Moskow.
Kyiv dan Moskow sama-sama mengatakan akan bergantung pada Washington untuk menegakkan kesepakatan tersebut, sambil menyatakan skeptis bahwa pihak lain akan mematuhinya.
Baca Juga: Harga Minyak Naik 5 Hari Beruntun Selasa (25/3), Brent ke US$73,27 & WTI ke US$69,37
"Jika ada gencatan senjata antara Rusia dan Ukraina, itu mungkin membuka pintu bagi pengurangan sanksi terhadap minyak Rusia," kata Phil Flynn, analis senior di Price Futures Group.
Namun, ancaman tarif Trump terhadap negara-negara yang mengimpor minyak dan gas dari Venezuela telah meningkatkan kekhawatiran pasokan, dan kedua patokan tersebut naik lebih dari 1% pada hari Senin setelah pengumuman tersebut.
"Tarif sekunder ini merupakan sanksi tidak langsung untuk menurunkan kemampuan pasokan minyak Venezuela dan merusak sistem penyulingan minyak mentah China," kata Mukesh Sahdev, kepala pasar komoditas global Rystad Energy, mengacu pada kilang minyak kecil dan independen milik China.
Minyak merupakan ekspor utama Venezuela. China, yang sudah menjadi target tarif impor AS, merupakan pembeli terbesarnya.
Pemerintahan Trump juga pada hari Senin memperpanjang batas waktu hingga 27 Mei bagi produsen minyak AS Chevron untuk menghentikan operasinya di Venezuela.
Pencabutan izin operasi Chevron dapat mengurangi produksi di negara tersebut sekitar 200.000 barel per hari, menurut analis ANZ.
Minggu lalu, AS mengeluarkan sanksi baru yang dimaksudkan untuk memukul ekspor minyak Iran.
Baca Juga: Wall Street Reli: S&P 500, Nasdaq dan Dow Jones Kompak Menguat Disokong Saham Apple
Sementara itu OPEC+, kemungkinan akan tetap berpegang pada rencananya untuk meningkatkan produksi minyak selama dua bulan berturut-turut pada bulan Mei, empat sumber mengatakan kepada Reuters, di tengah harga minyak yang stabil dan rencana untuk memaksa beberapa anggota mengurangi pemompaan untuk mengimbangi kelebihan produksi sebelumnya.
Para eksekutif dari perusahaan perdagangan komoditas mengatakan mereka mengharapkan pasar minyak yang dipasok dengan baik tahun ini, dengan kekhawatiran yang masih ada atas pertumbuhan permintaan global, Reuters melaporkan.