Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Setelah bertahun-tahun bank penghuni Wall Street menumpuk modal, beberapa di antaranya mulai berani mengembalikan dana yang menumpuk ke pemegang saham. Caranya, bank lebih giat membayar dividen dan membeli kembali saham.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Bloomberg, enam bank terbesar di Amerika Serikat (AS) telah memberi lebih dari US$ 100 miliar kepada pemegang saham melalui dividen dan buyback saham di 2024. Nilai tersebut terbesar sejak tahun 2021. Ini proporsi laba terbesar yang dibayarkan perusahaan kepada investor sejak sebelum pandemi Covid-19.
Baca Juga: Dana Kelolaan Reksadana Trimegah Asset Management Rp 33 Triliun hingga Desember 2024
Para eksekutif mengaku akan membayar lebih banyak pada tahun ini. Citigroup Inc misalnya, akhirnya mengumumkan rencana pembelian kembali (buyback) saham senilai US$ 20 miliar.
Sebelumnya, Citigroup ingin berinvestasi pada manajemen risiko dan kontrol. Di 2024, Citibank jadi bank dengan nilai buyback paling kecil di antara bank besar lain di AS Namun akhirnya, Citigroup memilih mengembalikan uang kepada pemegang saham.
Investasi modal
Sementara itu, Jeremy Barnum, Direktur Keuangan JPMorgan Chase & Co., mengatakan, pihaknya telah memiliki cukup banyak modal berlebih dan tidak ingin menambahkannya lebih lanjut.
"Kami telah menghasilkan cukup banyak modal secara organik dari operasi dan laba yang dihasilkan sendiri. Karena itu, kecuali ada menemukan peluang untuk menginvestasikan modal tersebut dalam jangka pendek, kami akan mengembalikan lebih banyak modal kepada pemegang saham melalui buybacks," ujar dia.
Baca Juga: GLOBAL MARKETS-Global Shares Jump on Easing Yields, China Growth
Pemegang saham menyukai aksi buyback saham karena jumlah saham yang beredar di pasar akan berkurang dan cenderung meningkatkan harga saham yang beredar. CFO Citigroup Mark Mason juga mengatakan, aksi buyback saham adalah cara dari Citigroup meyakinkan investor bahwa saham yang diperdagangkan saat ini nilainya rendah.
Dari sisi kinerja, bank besar di AS juga masih tumbuh, bahkan mencatatkan rekor laba pada 2021.
Namun pada 2022, bank sentral AS mengarah pada pembatasan likuiditas dan kembali membuat aturan lebih ketat di 2023.
Nah, kondisi saat ini tampak lebih cerah bagi perusahaan keuangan AS. Pemerintahan Trump kemungkinan tidak akan memaksa bank menyimpan lebih banyak modal di buku mereka.
Harapannya, makin banyak uang tunai untuk disalurkan sebagai kredit. "Harapan kami akan ada pendekatan berbeda," kata David Solomon, Kepala Eksekutif Goldman Sachs Group Inc.
Baca Juga: Wall Street Dibuka Menguat Jumat (17/1), Menjelang Pelantikan Trump