Sumber: Washington Post | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden.
Trump berencana memberlakukan tarif baru sebesar 60% pada seluruh barang impor dari Tiongkok, melanjutkan pendekatan proteksionis yang telah menjadi ciri khasnya sejak masa jabatan pertamanya.
Kondisi Ekonomi Tiongkok yang Rentan
Perekonomian Tiongkok sedang menghadapi tantangan berat, dengan target pertumbuhan 5% pada tahun ini kemungkinan besar tidak akan tercapai.
Krisis di sektor properti, tingginya tingkat pengangguran di kalangan generasi muda, dan beban utang pemerintah daerah yang menggunung semakin memperparah situasi.
Baca Juga: Ini Alasan di Balik Langkah Rusia Setop Pasokan Gas ke Austria
Dalam konteks ini, ekspor menjadi salah satu sektor yang memberikan harapan di tengah perlambatan ekonomi.
Namun, tarif baru yang diusulkan Trump dapat mengancam sektor ekspor Tiongkok, yang selama ini menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
Ancaman ini memaksa Beijing untuk mengambil langkah-langkah antisipatif guna mengurangi dampak negatif terhadap perekonomian.
Pemerintah Tiongkok telah meluncurkan serangkaian kebijakan untuk mendorong ekonomi domestik, termasuk program bantuan senilai US$1,4 triliun untuk membantu pemerintah daerah yang kesulitan keuangan.
Namun, langkah-langkah ini mungkin tidak cukup untuk menahan dampak besar dari perang dagang baru dengan Amerika Serikat.
Strategi Retaliasi Tiongkok
Tiongkok telah belajar dari pengalaman perang dagang sebelumnya pada 2018-2020.
Saat itu, Beijing segera merespons tarif Amerika Serikat dengan memberlakukan tarif senilai US$100 miliar pada barang-barang impor dari Amerika, khususnya produk pertanian seperti kedelai dan jagung.
Langkah serupa kemungkinan akan diambil lagi, mengingat sektor pertanian Amerika merupakan basis dukungan politik penting bagi Trump.
Baca Juga: China Menang Banyak di Rusia, Salah Satunya di Sektor ini
Kontrol Ekspor Mineral Strategis
Tiongkok juga memiliki alat baru untuk menghadapi perang dagang, seperti pembatasan ekspor mineral strategis.
Pada 2023, Beijing memberlakukan kontrol ekspor terhadap galium dan germanium, dua mineral penting dalam produksi semikonduktor dan panel surya.
Langkah ini dirancang untuk mengganggu rantai pasok global dan memberikan tekanan ekonomi pada Amerika Serikat.
Diversifikasi Pasar Ekspor
Dalam satu dekade terakhir, Tiongkok telah berhasil mengurangi ketergantungannya pada pasar Amerika Serikat dengan meningkatkan ekspor ke kawasan Asia Tenggara dan Amerika Latin.
Sebagai contoh, impor kedelai Tiongkok dari Brasil meningkat lebih dari 140% dari 2015 hingga 2023.
Diversifikasi ini memberikan Beijing fleksibilitas lebih besar dalam menghadapi tekanan tarif baru.
Dampak pada Amerika Serikat
Tarif baru sebesar 60% pada barang-barang Tiongkok diperkirakan akan meningkatkan biaya hidup konsumen Amerika.
Menurut analisis dari Peterson Institute, kebijakan ini dapat membebani rumah tangga berpenghasilan menengah di Amerika Serikat hingga US$2.600 per tahun.
Baca Juga: Tahun 2024, Masa Suram Bagi Perusahaan Barang Mewah
Kondisi ini akan menambah tekanan ekonomi pada masyarakat Amerika yang sudah menghadapi tantangan biaya hidup tinggi.
Upaya Trump untuk mengurangi ketergantungan Amerika Serikat pada Tiongkok dapat mengganggu rantai pasok global yang sangat terintegrasi.
Banyak perusahaan di seluruh dunia, termasuk di Amerika Serikat, akan merasakan dampaknya, terutama di sektor teknologi dan manufaktur.