Sumber: Bloomberg | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - Mendapat julukan flurona: ketika seseorang terinfeksi virus influenza dan virus corona, baik secara bersamaan atau berturut-turut. Apa efek dari terpapar dua virus sekaligus?
Kasus-kasus flurona sedang muncul di seluruh dunia. Para ahli mengatakan, flurona cenderung tumbuh karena varian Omicron yang lebih menular menjadi lebih dominan saat ini.
Namun, mengutip Bloomberg, fenomena itu tidak sepenuhnya baru. Laporan "koinfeksi" semacam itu pernah terjadi di awal 2020.
Mengapa flurona menjadi perhatian sekarang?
Pada saat dunia bersiap untuk setiap perubahan baru dalam pandemi, prospek terkena Covid-19 dan flu pada saat yang sama membuat beberapa orang cemas.
Dan tidak mengherankan, kasus-kasus florona muncul, mengingat penyebaran varian Omicron yang luar biasa.
Dan, fakta bahwa dengan masyarakat yang jauh lebih terbuka dibanding setahun yang lalu, flu muncul kembali setelah hampir menghilang di tengah penguncian tahun lalu dan peningkatan fokus pada kebersihan.
Baca Juga: Varian Omicron Menyebar Cepat bak Kilat, Muncul Gejala Baru yang Aneh Ini
Haruskah khawatir dengan flurona?
Jika Anda terkena Covid-19, tentu lebih baik jika tidak terkena flu juga.
Karena infeksi simultan akan semakin membebani sistem kekebalan Anda, menurut David Edwards, ilmuwan aerosol dan profesor bioteknologi di Universitas Harvard, AS.
Tetapi, kemungkinan itu terjadi tidak besar. Kemungkinan terkena salah satu virus pada hari tertentu sudah sangat rendah bagi kebanyakan orang.
"Kemungkinan kedua hal itu terjadi pada saat yang sama seperti kemungkinan dirampok oleh dua orang pada hari yang sama," kata Edwards kepada Bloomberg.
"Itu terjadi, tetapi orang tidak seharusnya berpikir, Oh, akan ada flurona yang akan menyusul Omicron. Itu tidak akan terjadi," ujarnya.
Apa efek dari terinfeksi dua virus sekaligus?
Dalam meta-analisis dari berbagai penelitian Mei tahun lalu, para peneliti dari University of Wisconsin, AS, menemukan, 19% orang yang positif Covid-19 secara bersamaan positif untuk patogen lain (yang disebut "koinfeksi"), baik virus, bakteri, maupun jamur.
Baca Juga: WHO Sebut, Kian Banyak Bukti Varian Omicron Cuma Timbulkan Gejala Lebih Ringan
Studi itu menemukan, 24% pasien yang didiagnosis dengan Covid-19 setelah itu positif untuk patogen yang berbeda (disebut “superinfeksi”).
Untuk kedua kategori, situasinya dikaitkan dengan "hasil yang buruk, termasuk peningkatan kematian," para penulis studi itu mengungkapkan.
Penelitian ini menggarisbawahi kebutuhan untuk menguji penyakit di luar hanya Covid-19, sehingga orang bisa mendapat pengobatan dengan benar.
Apakah flu kembali dengan kekuatan penuh?
Di banyak negara, musim flu tahun lalu adalah yang paling tidak berbahaya dalam lebih dari satu dekade.
Di AS, misalnya, rawat inap akibat flu adalah rekor terendah sejak data mulai dikumpulkan pada 2005, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Hanya, sejauh musim dingin ini, penyakit pernapasan dengan gejala seperti flu terlacak pada tingkat yang jauh lebih sebanding dengan tahun-tahun sebelum pandemi, menurut CDC.
Itu mungkin akibat kendornya jarak sosial dan perhatian pada kebersihan. Tetapi, juga karena sistem kekebalan orang kurang siap untuk melawan influenza setelah kurang terpapar tahun lalu, Edwards menambahkan.