Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - DUBAI. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, pada hari Kamis menyatakan bahwa AS sangat dekat untuk mengamankan kesepakatan nuklir dengan Iran.
Dalam kunjungannya di kawasan Teluk, Trump mengatakan bahwa Iran “secara garis besar” telah menyetujui syarat-syarat yang diajukan oleh pihak Amerika. Ia menyebutkan bahwa negosiasi berlangsung sangat serius dan bertujuan untuk mencapai perdamaian jangka panjang di kawasan yang selama ini penuh ketegangan.
Trump menegaskan ada dua pilihan dalam proses penyelesaian konflik ini, yakni langkah damai dan langkah kekerasan. “Kami mungkin akan mencapai kesepakatan tanpa harus mengambil jalur kekerasan,” ujar Trump, menandakan bahwa opsi militer masih ada namun diupayakan dihindari.
Kendala dan Perbedaan Pandangan dalam Negosiasi Nuklir
Meski optimisme Trump tinggi, sumber dari pihak Iran yang memahami jalannya negosiasi menyampaikan bahwa masih terdapat beberapa celah besar yang harus dijembatani oleh kedua pihak.
Baca Juga: Trump Cabut Sanksi Suriah dan Raih Investasi Raksasa dari Arab Saudi
Pembicaraan terbaru antara negosiator Iran dan AS yang digelar di Oman pada Minggu lalu berakhir tanpa kesepakatan final, namun rencana pertemuan lanjutan telah dijadwalkan.
Pemerintah Iran secara terbuka menegaskan akan tetap melanjutkan program pengayaan uranium yang menjadi pusat sengketa.
Sementara itu, Washington meminta Iran untuk menghentikan aktivitas pengayaan tersebut, yang dianggap sebagai "garis merah" oleh Iran karena dianggap sebagai hak kedaulatan negara atas sumber daya nuklirnya.
Ketegangan Politik dan Retorika Balasan dari Iran
Presiden Iran dan pejabat tinggi negara tersebut merespons pernyataan Trump dengan kritik keras.
Masoud Pezeshkian, seorang pejabat senior Iran, menyebut Iran sebagai “kekuatan paling destruktif” di Timur Tengah versi Trump, dan menuding Amerika Serikat sebagai penyebab utama ketidakstabilan dan konflik di kawasan tersebut.
Pezeshkian juga menuduh Trump menggunakan pendekatan sanksi dan ancaman untuk melemahkan Iran serta menciptakan ketegangan internal, mempertegas bahwa retorika politik masih menjadi hambatan besar dalam dialog kedua negara.
Isu Inti: Pengayaan Uranium dan Sanksi Ekonomi
Dalam negosiasi, salah satu isu krusial adalah pengayaan uranium. Iran menegaskan tidak akan menyerah pada permintaan untuk menghentikan pengayaan, namun menunjukkan kesediaan untuk menurunkan kadar pengayaan uranium yang selama ini diproduksi.
Mereka juga siap mengurangi jumlah uranium yang sangat diperkaya (highly enriched uranium) yang disimpan, tetapi dengan ketentuan bahwa jumlahnya tidak boleh lebih rendah dari batas yang disepakati dalam perjanjian nuklir 2015, yang kemudian ditinggalkan oleh pemerintahan Trump.
Baca Juga: Trump Memulai Kunjungan Bersejarah ke Negara-Negara Teluk, Ini Misi Utamanya
Sumber dari Iran menegaskan bahwa walau mereka siap memberikan sejumlah konsesi, masalah utama yang menghambat adalah ketidaksiapan Amerika Serikat untuk mencabut sanksi ekonomi utama secara substansial sebagai imbalan. Sanksi-sanksi tersebut telah sangat menekan perekonomian Iran dalam beberapa tahun terakhir.
Perbedaan Pandangan Mengenai Pengelolaan Uranium
Selain itu, terdapat perbedaan pandangan mengenai cara dan tujuan pengurangan uranium yang sangat diperkaya. Iran mengusulkan agar proses pengurangan dilakukan secara bertahap, sementara AS menolak metode tersebut.
Kontroversi juga muncul terkait tujuan akhir dari pengiriman uranium tersebut, di mana kedua pihak belum mencapai kesepakatan.