Sumber: Financial Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
"Transisi kekuasaan sedang berlangsung di kelompok chaebol besar," kata Park Ju-geun, kepala CEO Score. "Dan prosesnya, bersama dengan pajak warisan yang tinggi, telah menyebabkan semua jenis masalah tata kelola karena mereka kesulitan menemukan cara lain untuk mentransfer saham pemilik."
Baca Juga: Inilah sumpah Amerika jika Korea Utara tetap melakukan uji coba rudal
Para kritikus Chaebol kerap melacak Samsung, kelompok terbesar di negara itu, untuk mencari bukti dari upaya akrobat perusahaan agar terhindar dari pajak.
Pimpinan Samsung Lee Kun-hee yang kini berusia 78 tahun, orang terkaya di Korsel dengan kepemilikan saham senilai 16,3 triliun won dari 61 unit anak usaha, telah mengalami kelumpuhan sejak serangan jantung 2014. Tiga anaknya, termasuk Lee Jae-yong yang berusia 51 tahun, harus menghadapi tagihan pajak senilai 9,8 triliun won (US$ 8,4 miliar).
Seorang juru bicara yang mewakili keluarga Lee mengatakan keluarga pendiri telah menyatakan bahwa semua pajak yang berkaitan dengan warisan akan dibayar secara transparan sebagaimana diharuskan oleh hukum.
Baca Juga: Microsoft: Hacker Korea Utara mencuri informasi sensitif dari AS, Jepang, dan Korsel
“Keluarga menolak berkomentar tentang sistem pajak. [Lee Kun-hee] saat ini masih dalam kondisi stabil dan orang tidak dapat memprediksi pembayaran pajak di masa depan atau mendiskusikan skenario yang berkaitan dengan masalah ini,” kata juru bicara itu, menolak untuk menjawab pertanyaan lebih lanjut seperti yang dikutip Financial Times.
Tetapi seorang pejabat di Seoul, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan kepada Financial Times bahwa hampir tidak mungkin bagi regulator untuk memantau cara-cara kelompok-kelompok luas menghindari pajak warisan. "Kami hanya harus mengandalkan standar moral mereka untuk mematuhi aturan," kata orang itu.