Sumber: Reuters | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Data resmi menunjukkan harga pabrikan alias harga produsen di China pada April turun dengan tingkat penurunan yang paling curam secara tahunan dalam empat tahun terakhir. Ini mencerminkan lemahnya permintaan industri di China di tengah tekanan akibat pandemi virus corona
Mengutip Reuters, Selasa (12/5), Biro Statistik China mengatakan, indeks harga produsen (PPI) turun 3,1% dari tahun sebelumnya. Penurunan ini lebih curam dari perkiraan para analis dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan penurunan sebesar 2,6%, dan lebih rendah dari penurunan pada bulan Maret yang sebesar 1,5%.
Data yang dirilis pekan lalu menunjukkan ekspor China secara tidak terduga tumbuh pada April dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, meski penurunan impor yang lebih tajam dari perkiraan mengisyaratkan lemahnya permintaan domestik.
Baca Juga: Defisit perdagangan AS melebar, sektor jasa terkontraksi akibat virus corona
China sedang berusaha untuk pulih dari kontraksi ekonomi pertama selama kuartal Januari-Maret, ketika ekonomi lumpuh akibat lockdown untuk memperlambat penyebaran virus corona yang telah menewaskan lebih dari 4.600 orang di China daratan.
Pabrik-pabrik China terpukul oleh penurunan pesanan di luar negeri dan menghadapi peningkatan persediaan dan penurunan laba, sementara banyak yang membiarkan pekerja di PHK untuk memangkas biaya.
Sementara itu, indeks harga konsumen China naik 3,3% dari tahun sebelumnya, lebih lambat dari kenaikan 3,7% yang diperkirakan oleh analis dalam jajak pendapat Reuters, dan lebih rendah dari kenaikan pada Maret yang mencapai 4,3%.
Ini sebagian besar disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan harga pangan yang naik lebih dari 18% pada Maret. Tetapi masih naik 14,8% bulan lalu, dipimpin oleh lonjakan harga daging babi 96,9%. Data menunjukkan, harga non-makanan naik 0,4% pada bulan April.
Inflasi inti - yang tidak termasuk harga pangan dan energi - tetap jinak bulan lalu di 1,1%, turun dari 1,2% di bulan Maret.
Baca Juga: Pertumbuhan ekonomi AS dan China melambat, Indonesia perlu waspada
Analis memperkirakan pelonggaran moneter lebih lanjut segera, meskipun Beijing cenderung bergantung pada stimulus fiskal untuk menahan pertumbuhan.