Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pada hari Kamis sore, Joseph Aoun, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Lebanon, terpilih menjadi Presiden Lebanon setelah lebih dari dua tahun kekosongan kekuasaan.
Pemilihan Aoun menandai berakhirnya periode ketegangan politik yang mendalam dan membuka jalan untuk upaya rekonstruksi negara pasca-konflik.
Proses Pemilihan dan Keberhasilan Aoun
Joseph Aoun berhasil meraih 99 suara dari total 128 kursi parlemen, mengalahkan rival-rivalnya pada putaran kedua pemungutan suara. Ini terjadi setelah lebih dari 10 kali upaya yang gagal untuk menemukan pengganti Presiden Michel Aoun, yang masa jabatannya berakhir pada Oktober 2022.
Baca Juga: Jelang Lengser, Biden Berencana Kirim Senjata Senilai Rp 128 Triliun ke Israel
Keberhasilan Aoun ini dianggap sebagai pencapaian besar bagi negara yang tengah berjuang memulihkan diri dari krisis politik dan ekonomi yang berkepanjangan.
"Fase baru dalam sejarah Lebanon dimulai hari ini," ujar Aoun yang berusia 60 tahun dalam pidato setelah dilantik.
Aoun dan Tantangan Rekonstruksi Lebanon
Aoun kini menghadapi tantangan besar dalam memimpin Lebanon keluar dari krisis. Negara ini telah kehilangan presidennya sejak Oktober 2022, dan ketegangan politik antara Hezbollah dan lawan-lawan politiknya telah menghalangi terpilihnya pemimpin baru.
Pemilu ini terjadi di tengah-tengah gencatan senjata sementara yang mengakhiri lebih dari 14 bulan pertempuran antara Israel dan kelompok bersenjata Lebanon, Hezbollah.
Aoun memfokuskan pidatonya pada pentingnya "membangun" Lebanon dan angkatan bersenjatanya. Ia juga menekankan bahwa tidak ada pihak yang harus merasa "kalah".
Namun, ia juga mengingatkan bahwa negara ini memiliki perpecahan politik dan sektarian yang dalam, yang harus diatasi melalui konsensus yang kuat antar komunitas untuk memastikan perdamaian sipil dan stabilitas negara.
Baca Juga: Eks Tentara AS Ini Disidang dengan Dakwaan Mendukung Hisbullah Lebanon
Dukungan Internasional dan Harapan Global
Pemilihan Aoun mendapat dukungan luas dari komunitas internasional. Aoun dipandang sebagai kandidat yang diinginkan oleh Amerika Serikat dan Arab Saudi, yang melihatnya sebagai figur yang dapat membawa reformasi di Lebanon. Lisa Johnson, Duta Besar AS untuk Lebanon, mengungkapkan kegembiraannya atas terpilihnya Aoun.
Raja Salman dan Putra Mahkota Mohammed bin Salman dari Arab Saudi juga mengucapkan selamat kepada Aoun melalui media negara mereka. Duta Besar Iran di Beirut menyatakan kesiapan untuk bekerja sama dengan Lebanon di berbagai bidang untuk memperkuat hubungan antara kedua negara.
Sementara itu, Prancis juga menyambut baik hasil pemilihan ini, dengan Christophe Lemoine, juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis, mengatakan bahwa pemilihan Aoun membuka halaman baru bagi Lebanon. Ia menyerukan pembentukan pemerintah yang kuat untuk melaksanakan reformasi yang mendesak guna memulihkan ekonomi dan stabilitas Lebanon.
Jeanine Hennis-Plasschaert, Koordinator Khusus PBB untuk Lebanon, juga menyambut baik pemilihan Aoun dan menyebutnya sebagai langkah pertama yang sangat dinantikan untuk mengatasi kekosongan politik dan institusional Lebanon. Ia menekankan bahwa penunjukan perdana menteri dan pembentukan pemerintahan harus dilakukan tanpa penundaan.
Baca Juga: Israel: Kelompok Houthi akan Bernasib Sama dengan Hamas dan Hizbullah
Tantangan Besar yang Menanti Aoun
Kini, Aoun akan menghadapi sejumlah tugas besar yang penuh tantangan. Salah satunya adalah menjaga stabilitas gencatan senjata yang sedang berlangsung dan menetapkan perdana menteri yang akan memimpin reformasi yang sangat dibutuhkan oleh Lebanon.
Negara ini juga tengah menghadapi krisis ekonomi terburuk dalam sejarahnya, yang membutuhkan perhatian segera dari pemerintah baru.
Lebanon juga membutuhkan dana rekonstruksi yang besar, namun dana tersebut hanya akan mengalir jika negara ini memiliki seorang presiden yang dapat diandalkan oleh komunitas internasional dan yang siap untuk melakukan reformasi struktural.