Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
Giluia mengajari koki kapal membuat tiramisu, sementara Lorenz membuat salad kentang berdasarkan resep neneknya. Pada akhirnya para kru kapal pun mengunjungi mereka di Sydney.
Momen tak terlupakan lainnya yaitu saat mereka berhasil melintasi Rusia di Irkutsk, Siberia, dimana mereka berjalan di sepanjang tepi Danau Baikal. “Hutannya begitu lebat dan indah, dipenuhi serangga dan kupu-kupu,” kata Lorenz.
Baca Juga: Akibat polusi udara Jakarta memburuk, Jokowi hingga Anies digugat ke pengadilan
Seperti halnya petualangan lainnya, mereka pun mendapatkan banyak pengalaman hidup. Contohnya saat mereka harus bertemu dengan sekelompok 20 orang tentara di dalam kereta.
“Mereka sangat ingin tahu opini kami tentang berbagai isu politik mengenai Rusia,” Lorenz menjelaskan. Bahkan para tentara tersebut memberikan kedua pasangan ini kopi dan cokelat.
Prinsip hidup vegetarian mereka juga membuat penduduk lokal terheran-heran. Mencoba memahami mereka, bahkan salah seorang koki sebuah restoran di Cina pun mengajak mereka ke dalam dapur dan meminta mereka melihat lemari es untuk memberi tahu bahan-bahan apa saja yang bisa mereka makan.
Semakin berkembang
Secara keseluruhan, biaya perjalanan yang dihabiskan pasangan ini berkisar 4.000 euro (Rp 64 juta) per orang, hampir seluruhnya dihabiskan untuk tiket perjalanan dan visa. Lorenz telah menghitung bahwa perjalanan mereka memproduksi 370 metrik kilo CO2 setiap orangnya, sementara merujuk ke laman Atmosfair, dengan menggunakan penerbangan kelas ekonomi dari Zurich ke Sydney akan menghasilkan 5,2 metrik ton CO2.
Baca Juga: Polusi Jakarta buruk saat Pagi, Greenpeace minta pemerintah buka data