Sumber: South China Morning Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - LADAKH. Masih segar dalam ingatan, bagaimana pertempuran India dan China di wilayah perbatasan Himalaya beberapa waktu lalu. Kini, kedua pasukan tengah berjibaku menghadapi musim dingin yang brutal. Namun, hasil dari bentrokan terburuk dalam beberapa dekade tersebut mulai terlihat jelas: China telah menguasai lebih banyak wilayah yang pernah dipatroli secara eksklusif oleh India di kawasan ini.
Melansir South China Morning Post, menurut pejabat India yang mengetahui situasi tersebut, pertempuran musim panas membuat India kehilangan kendali atas sekitar 300 kilometer persegi tanah di sepanjang daerah pegunungan yang disengketakan. Tentara China sekarang mencegah patroli India di daerah tersebut.
Pada saat musim dingin yang keras di Himalaya mereda pada bulan Mei tahun ini, India terkejut menemukan tentara China membangun pangkalan di depan, menduduki puncak gunung dan mengirim ribuan tentara untuk mencegah patroli India. India menyadari telah kehilangan kendali atas sekitar 250 kilometer persegi tanah di Dataran Depsang, yang merupakan jalan utama menuju Karakoram Pass, serta 50 kilometer persegi tanah di Pangong Tso.
Enam bulan terakhir telah secara efektif menarik garis pertempuran baru melintasi gurun dataran tinggi yang dingin, sehingga semakin meningkatkan ketegangan ke titik tertinggi sejak India dan China berperang di daerah itu enam dekade lalu. Kedua tentara sekarang bersiap untuk bertahan di medan yang sebagian besar tidak berpenghuni selama bulan-bulan musim dingin di mana suhu bisa turun hingga 40 derajat Celcius di bawah nol.
Baca Juga: Pesawat tempur China masuki Selat Taiwan sebanyak 25 hari selama Oktober
"Kami belum melihat pengerahan musim dingin yang diperluas sejak perang 1962," kata Letnan Jenderal D. S. Hooda, mantan komandan Angkatan Darat Utara India yang bertanggung jawab atas wilayah yang membentang melintasi Himalaya hingga lintasan tertinggi antara India dan China pada ketinggian 5.540 meter.
"Kedua negara sedang menggali. Ini memberikan informasi kepada kita bahwa sikap kedua negara semakin keras dan dengan demikian kita dapat melihat ketegangan berkepanjangan yang dapat memiliki konsekuensi yang tidak diinginkan,” jelasnya.
Baca Juga: China kalahkan AS dan Rusia dalam jumlah peluncuran satelit ke luar angkasa
"Garis Kontrol Aktual" saat ini yang memisahkan kedua negara tersebut sebagian mengikuti batas-batas yang dibuat oleh Inggris pada tahun 1914 antara Tibet dan India. Bentrokan dilaporkan setelah India memberikan suaka kepada Dalai Lama menyusul pemberontakan melawan pemerintahan China di Tibet pada tahun 1959, yang menyebabkan perang setelahnya. Lima perjanjian sejak saat itu gagal membendung bentrokan berkala.
South China Morning Post melaporkan, satu hal yang diperebutkan oleh kedua belah pihak adalah kendali atas pos-pos strategis seperti Karakoram Pass, yang membentang dari India ke wilayah Xinjiang China. Penahanan pada rute Jalur Sutra kuno berpotensi memberi China akses jalan yang lebih mudah ke Pakistan, sekutu lama, membuka koridor perdagangan ke negara-negara Asia Tengah yang merupakan kunci keberhasilan Presiden Xi Jinping dalam program Belt and Road Initiative.
Sementara itu, India melakukan sedikit aktivitas di daerah perbatasan selama bertahun-tahun setelah perang. Namun dalam satu dekade terakhir, India mulai aktif membangun infrastruktur baru. Baru-baru ini mereka membuka terowongan pertama dari tujuh terowongan di bagian-bagian penting Himalaya untuk memfasilitasi pergerakan pasukan, dan juga menyelesaikan jalan sepanjang 255 km yang menghubungkan kota regional utama ke Karakoram Pass. Lapangan pendaratan dan lapangan terbang era perang dunia kedua di sepanjang perbatasan India-China juga diperbarui.
Baca Juga: Ada potensi Perang Dunia III meletus, Indonesia diminta waspada
Kementerian Luar Negeri China menyebut pergerakan infrastruktur India menjadi "akar penyebab ketegangan". China telah dengan ketat mengontrol informasi apa pun tentang pengerahan pasukan dan korban jiwa, dan media yang dikelola pemerintah telah menahan diri dalam mengkritik para pemimpin India sehingga bisa memberikan ruang untuk kemungkinan negosiasi resolusi.
"India telah melakukan pembangunan besar-besaran di bawah pengawasan (Perdana Menteri Narendra) Modi, yang merupakan bendera merah bagi China karena mengubah status quo. Kedua belah pihak tampaknya sangat bertekad dan tidak ada pihak yang mau menunjukkan tanda-tanda melunak atau isyarat untuk mundur," kata Chen Jinying, seorang profesor di Sekolah Hubungan Internasional dan Hubungan Masyarakat di Shanghai International Universitas Studi.