Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - VATICAN CITY. Paus Fransiskus mengatakan pada Rabu bahwa ancaman perang di Ukraina menyebabkan rasa sakit yang luar biasa di hatinya dan mengutuk tindakan-tindakan yang menggoyahkan koeksistensi di antara negara-negara dan mendiskreditkan hukum internasional.
Amerika Serikat dan sekutunya menuduh Rusia secara terang-terangan melanggar hukum internasional dengan memerintahkan pasukan ke wilayah separatis Ukraina timur dan mengakui wilayah Donetsk dan Luhansk yang memisahkan diri sebagai republik merdeka.
Fransiskus, berbicara dengan nada muram di akhir audiensi umum mingguannya, juga mendesak para politisi untuk melakukan "pemeriksaan hati nurani yang serius di hadapan Tuhan" tentang dampak dari tindakan mereka seperti dikutip dari Reuters, Rabu (23/2).
Baca Juga: Paus Fransiskus Kecam Kaum Konservatif Gereja yang Disebutnya Terbungkus Baju Zirah
Dia menyatakan Rabu Abu, pada 2 Maret tahun ini, sebagai hari puasa dan doa internasional untuk perdamaian. Dia mengutuk ketidakberadaan kekerasan yang kejam dan meminta Madonna, ratu perdamaian, untuk menyelamatkan dunia dari kegilaan perang.
"Saya merasakan sakit yang luar biasa di hati saya karena memburuknya situasi di Ukraina," kata Fransiskus, seraya menambahkan bahwa dia sedih dan khawatir seperti banyak orang di seluruh dunia karena perdamaian terancam oleh kepentingan partisan.
"Saya mengimbau semua pihak untuk menjauhkan diri dari tindakan apa pun yang dapat memicu lebih banyak penderitaan bagi penduduk, mengacaukan koeksistensi antar negara dan mendiskreditkan hukum internasional."
Baca Juga: Pimpin Misa Malam Natal, Paus Fransiskus Berpesan untuk Perhatikan Orang Miskin
Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, Australia, Kanada dan Jepang mengumumkan rencana untuk menargetkan bank dan elit sementara Jerman menghentikan proyek pipa gas besar dari Rusia dalam salah satu krisis keamanan terburuk di Eropa dalam beberapa dekade.
Ini adalah kedua kalinya Fransiskus menyerukan hari doa internasional untuk perdamaian di Ukraina. Yang pertama pada 26 Januari.
“Yesus mengajari kita bahwa kita harus menanggapi kekejaman yang kejam dari kekerasan dengan senjata Tuhan, dengan doa dan puasa,” kata Paus Fransiskus pada hari Rabu.