Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - BERLIN. Jerman menggelar pemilu nasional pada hari Minggu, dengan Partai Uni Demokratik Kristen (CDU) yang dipimpin Friedrich Merz diperkirakan akan kembali berkuasa.
Sementara itu, Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang berhaluan sayap kanan diprediksi akan meraih hasil terbaik dalam sejarahnya, menandakan pergeseran politik Jerman ke arah kanan di tengah kondisi ekonomi yang melemah.
Konservatif Memimpin, Koalisi Tak Terhindarkan
Blok CDU/CSU yang dipimpin Merz telah konsisten unggul dalam jajak pendapat, tetapi sistem politik Jerman yang terfragmentasi membuat mereka sulit meraih mayoritas absolut. Hal ini memaksa CDU/CSU untuk mencari mitra koalisi, yang diperkirakan tidak akan mudah mengingat perbedaan pandangan yang tajam terkait isu migrasi dan kebijakan terhadap AfD.
Baca Juga: Rusia Pertimbangkan Penyerahan Aset yang Dibekukan Barat untuk Rekonstruksi Ukraina
Perundingan koalisi yang panjang dapat membuat Kanselir Olaf Scholz tetap menjabat sebagai pemimpin sementara selama berbulan-bulan, sehingga menghambat implementasi kebijakan yang dibutuhkan untuk membangkitkan kembali ekonomi terbesar di Eropa tersebut.
Jerman telah mengalami kontraksi ekonomi selama dua tahun berturut-turut, sementara perusahaan-perusahaan domestik menghadapi persaingan ketat dari rival global.
Di sisi lain, situasi ini juga menciptakan kekosongan kepemimpinan di jantung Eropa, terutama ketika benua ini menghadapi berbagai tantangan geopolitik, termasuk ancaman perang dagang dari Presiden AS Donald Trump serta upaya penyelesaian konflik di Ukraina tanpa keterlibatan Eropa.
Kondisi Ekonomi Memburuk, Sikap terhadap Imigrasi Mengeras
Jerman, yang ekonominya sangat bergantung pada ekspor dan keamanan dari AS, berada dalam posisi rentan. Survei Gallup menunjukkan bahwa warga Jerman lebih pesimistis terhadap standar hidup mereka dibandingkan periode krisis keuangan global tahun 2008.
Hanya 27% responden yang menyatakan kondisi mereka membaik pada tahun 2024, turun drastis dari 42% pada 2023.
Selain itu, sikap masyarakat terhadap imigrasi juga mengalami perubahan signifikan sejak kebijakan "Refugees Welcome" pada krisis migran Eropa tahun 2015. Isu ini menjadi tema utama dalam kampanye pemilu, terutama setelah serangkaian serangan yang melibatkan tersangka berlatar belakang migran.
Baca Juga: Trump Sebut Zelenskiy Diktator, Peringatkan Ukraina di Ambang Kehancuran
Dukungan Elon Musk dan Pejabat AS untuk AfD
Pemilu kali ini juga diwarnai oleh dukungan terbuka dari sejumlah pejabat tinggi AS, termasuk Wakil Presiden JD Vance serta miliarder teknologi Elon Musk, terhadap AfD. Ini merupakan fenomena yang tidak biasa dan menunjukkan semakin besarnya tekanan dari luar terhadap politik dalam negeri Jerman.
AfD, yang berusia 12 tahun, diperkirakan akan meraih posisi kedua dalam pemilu nasional untuk pertama kalinya. Dukungan terhadap partai ini didorong oleh kekecewaan masyarakat terhadap politik arus utama, terutama terkait kondisi ekonomi dan biaya hidup yang terus meningkat.
Ludmila Ballhorn, seorang pensiunan berusia 76 tahun di Berlin, menyatakan kekecewaannya terhadap pemerintah dan berencana memilih AfD karena kesulitan hidup dengan pensiun sebesar 800 euro. "Harga sewa dan biaya hidup lainnya melonjak tajam," katanya.
Meskipun demikian, kecil kemungkinan AfD akan masuk ke pemerintahan saat ini, mengingat semua partai utama telah menolak bekerja sama dengan mereka. Namun, beberapa analis percaya bahwa pencapaian AfD kali ini dapat membuka jalan bagi kemenangan mereka pada pemilu 2029.
Opsi Koalisi dan Harapan Eropa
Para pemimpin Uni Eropa berharap hasil pemilu ini dapat menghasilkan pemerintahan yang lebih stabil dan koheren untuk mendorong kebijakan di tingkat domestik maupun blok Eropa.
Beberapa pihak juga berharap bahwa Merz akan melakukan reformasi terhadap "rem utang", mekanisme konstitusional yang membatasi pinjaman pemerintah dan dikritik karena menghambat investasi baru.
Baca Juga: 10 Negara dengan Pengeluaran Militer Terbesar: AS Teratas, Disusul China dan Rusia
Hasil yang paling mungkin, menurut para analis, adalah terbentuknya "koalisi besar" antara CDU/CSU dan SPD, meskipun SPD saat ini berada di posisi ketiga dalam jajak pendapat. Namun, jika beberapa partai kecil berhasil melampaui ambang batas parlemen sebesar 5%, kemungkinan akan dibutuhkan koalisi tiga partai yang lebih kompleks.
"Banyak teman saya kemungkinan akan memilih konservatif karena pemerintahan saat ini dianggap tidak berhasil, dan posisi internasional Merz cukup kuat," kata Mike Zeller, seorang pegawai negeri berusia 26 tahun. "Saya hanya berharap cukup banyak partai yang sepakat membentuk pemerintahan agar AfD tetap berada di luar."
Dengan kondisi politik yang semakin kompleks, hasil pemilu ini tidak hanya akan menentukan arah Jerman dalam beberapa tahun ke depan, tetapi juga mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di Eropa secara keseluruhan.