Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para pemimpin agama Kristen dan Islam Ukraina menegaskan Pemerintah Rusia terbukti menggunakan kebohongan upaya menghapuskan perkembangan nazisme sebagai alasan pembenaran melakukan invasi.
“Perang Ukraina ini adalah yang paling absurd karena tidak ada alasan. Perang ini sangat di luar nalar karena target sasaran yang tidak manusiawi seperti pengeboman terhadap Gereja Katolik Yunani,” tutur Romo Andrii Zelinskyi dari Gereja Katolik Yunani Ukraina dalam sebuah video dari sebuah diskusi bertajuk “Apa betul Naziisme berkembang di Ukraina?” seperti dikutip dari rilis Kedutaan Besar Ukraina untuk Indonesia, Senin (4/4).
Diskusi tertutup melalui aplikasi zoom tersebut digelar Center of Communication Crisis and Conflict (C4) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sahid (Usahid) Jakarta dan Paguyuban Wartawan Katolik Indonesia (PWKI) akhir Maret lalu.
Hadir dalam diskusi tersebut Vasyl Hamianin Dubes Ukraina untuk Indonesia, Sheikh Said Ismagilov Mufti (Pemimpin umat Islam) Ukraina, Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas Islam Crimea Tartar dan Romo Andrii Zelinskyi yang berasal dari Gereja Katolik Yunani.
Setidaknya 59 situs keagamaan di Ukraina telah rusak akibat invasi Rusia a.l sejumlah katedral Ortodoks, rumah ibadah Yahudi, dan gereja-gereja paroki yang hampir seluruhnya rata dengan tanah. Menurut Konvensi Den Haag menargetkan monumen bersejarah dan situs warisan budaya adalah kejahatan perang di bawah hukum internasional.
Baca Juga: Saham-Saham Penghuni LQ45 Terbang Tinggi, Bagaimana Valuasi dan Rekomendasi?
Romo Andrii Zelinskyi yang berasal dari kongregasi Serikat Yesuit tersebut menuturkan serangan Rusia tidak saja menyasar rumah ibadah, mereka juga menyerang teater tempat para korban bersembunyi, rumah bersalin, dan rumah sakit tempat anak dan wanita berlindung.
Romo Adriii menegaskan alasan de-naziisme merupakan kedok ideologi Russia World yang dianut Presiden Vladimir Putin dan didukung Ketua Gereja Kristen Ortodoks untuk menyatukan seluruh wilayah Rusia bekas Uni Soviet termasuk juga Ukraina.
“Perang ini menunjukkan tidak ada simpati dan empati dari pihak Kristen Ortodoks terhadap Ukraina yang memiliki mayoritas pemeluk Kristen Ortodoks dan katanya bagian dari mereka. Menurut saya, ini prinsipnya sama seperti NAZI,” tuturnya.
Naziisme merujuk pada sebuah ideologi totalitarian Partai Nazi (Partai Pekerja Nasional-Sosialis Jerman. Naziisme menolak liberalisme, demokrasi, supremasi hukum, dan hak asasi manusia, sebaliknya menekankan subordinasi individu kepada negara dan perlunya kepatuhan yang ketat kepada para pemimpin. Ini menekankan ketidaksetaraan individu dan "ras" dan hak yang kuat untuk memerintah yang lemah.
Sheikh Said Ismagilov Mufti (Pemimpin umat Islam) Ukraina dan Sheikh Aider Rustemov Mufti komunitas Islam Crimea Tartar menegaskan kehidupan beragama di Ukraina sejak merdeka dari Uni Soviet sangat semarak.
Hal senada ditegaskan Dubes Ukraina untuk Indonesia Vasyl Hamianin yang menyatakan paham naziisme bisa ditemukan di Ukraina namun kami hidup dalam keragaman masyarakat dan saling melindungi.
“Masyarakat Ukraina sangat beragam dan saling melindungi, apa ini yang disebut naziisme berkembang di negara kami? Benar adanya pasukan Batalyon Azov. Tapi mereka berperang melawan penjajahan Rusia.
Baca Juga: Inflasi Terus Melonjak, European Central Bank (ECB) Makin Sulit Kendalikan Harga