Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Menurut laporan terbaru firma riset pasar Rho Motion, penjualan kendaraan listrik murni (battery-electric vehicles/BEV) dan plug-in hybrid (PHEV) naik 24% secara tahunan pada Mei 2025, mencapai 1,6 juta unit.
Kinerja ini didorong oleh lonjakan penjualan di China, yang mencetak rekor lebih dari 1 juta unit dalam sebulan, tertinggi untuk tahun ini.
Baca Juga: Mobil Listrik Bekas Masih Sulit Terjual di Indonesia, Apa Sebabnya?
Sementara itu, kawasan seperti Eropa menunjukkan pemulihan yang kuat, tetapi Amerika Utara tertinggal dengan pertumbuhan moderat, dihantui oleh ketidakpastian insentif dan potensi tarif baru dari pemerintahan AS di bawah Presiden Donald Trump.
China Dominasi Panggung Global, BYD Pimpin Ekspansi ke Pasar Berkembang
China sekali lagi menjadi episentrum pertumbuhan kendaraan listrik global. Penjualan lebih dari 1,02 juta unit pada Mei mencerminkan pertumbuhan lebih dari 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Lonjakan ini dipicu oleh kombinasi permintaan domestik yang kuat dan strategi ekspor agresif oleh produsen dalam negeri seperti BYD.
Baca Juga: Mobil Listrik BYD Tetap Laris Meski Otomotif Lesu, Cek Harga Atto M6 Denza Juni 2025
Menurut Charles Lester, manajer data di Rho Motion, BYD mencatat lonjakan signifikan di pasar Meksiko, Asia Tenggara, dan bahkan Uzbekistan.
Hal ini menunjukkan bahwa merek China kini tak hanya bersaing di rumah sendiri, tapi juga aktif membentuk lanskap kendaraan listrik global di pasar berkembang.
Eropa Pulih, AS Tersendat oleh Kebijakan
Di Eropa, insentif baru untuk pembeli armada di Jerman dan pertumbuhan pesat di wilayah Eropa Selatan mendorong kenaikan penjualan sebesar 36,2%, mencapai 330.000 unit.
Eropa kini menjadi pasar kedua terbesar untuk kendaraan listrik global, didorong oleh regulasi ketat emisi dan investasi besar pada infrastruktur pengisian daya.
Baca Juga: Wuling Gandeng Produsen Lokal untuk Ban Mobil Listrik, Optimistis Tren EV Meningkat
Sebaliknya, Amerika Utara hanya mencatat pertumbuhan 7,5%, dengan penjualan sekitar 160.000 unit.
Penurunan ini sebagian besar dipicu oleh berakhirnya subsidi di Kanada dan ketidakpastian kebijakan tarif dan emisi di Amerika Serikat.
Kondisi semakin rumit dengan ancaman tarif 25% terhadap impor kendaraan listrik dari China yang diberlakukan oleh Presiden Trump.
Beberapa produsen global mulai menarik atau mengkaji ulang proyeksi penjualan mereka untuk 2025, menciptakan iklim ketidakpastian bagi pasar mobil listrik di AS — pasar mobil terbesar kedua di dunia.
Tesla Terdampak Ketatnya Persaingan dan Tarif
Meskipun Tesla Model Y yang diproduksi di Berlin berhasil menghindari tarif di Eropa, perusahaan menghadapi tekanan pasar akibat meningkatnya kapasitas produksi global, termasuk dari rival-rival China yang menawarkan harga lebih kompetitif.
Baca Juga: Erajaya (ERAL) Optimistis Pasar Mobil Listrik XPENG Masih Luas di Indonesia
Rho Motion mencatat bahwa meskipun kredit pajak kendaraan listrik di AS masih tersedia, insentif ini akan mulai dihapus secara bertahap mulai 2026, yang berpotensi mengerem pertumbuhan permintaan kendaraan listrik di AS dalam waktu dekat.
Statistik Utama Mei 2025 (YoY):
- Global EV dan PHEV: 1,6 juta unit (+24%)
- China: 1,02 juta unit (+24%+)
- Eropa: 0,33 juta unit (+36,2%)
- Amerika Utara: 0,16 juta unit (+7,5%)
- Wilayah lain: 0,15 juta unit (+38%)
Peta Ketimpangan Pasar: "China vs Amerika"
“Cerita besar bulan ini adalah jurang pertumbuhan antara pasar China yang terus melonjak, dengan pasar Amerika Utara yang tertatih-tatih,” ujar Charles Lester dari Rho Motion.
Baca Juga: Fenomena Ledakan Mobil Listrik : Sejauh Mana Asuransi Menanggungnya?
Kesenjangan pertumbuhan ini semakin mencerminkan perbedaan pendekatan kebijakan dan industri antara China dan AS.
Di saat China dan Eropa memperkuat insentif dan ekspansi EV, AS justru memunculkan ketidakpastian baru melalui tarif dan pelonggaran standar emisi.