kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45938,46   -25,27   -2.62%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pergerakan Inflasi dan Respons The Fed Masih Bakal Menyetir Wall Street pada 2023


Sabtu, 31 Desember 2022 / 10:01 WIB
Pergerakan Inflasi dan Respons The Fed Masih Bakal Menyetir Wall Street pada 2023
ILUSTRASI. Bursa saham AS. REUTERS/Brendan McDermid


Sumber: Reuters | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Investor pasar saham AS nampaknya ingin segera melupakan tahun 2022 yang penuh dengan kelesuan.

Bagaimana tidak, indeks S&P 500 kehilangan kapitalisasi pasarnya hingga US$ 8 triliun sejalan dengan aksi Federal Reserve yang melakukan rentetan kenaikan suku bunga untuk melawan inflasi di negeri Paman Sam.

Secara setahun penuh, S&P 500 anjlok 19,4% yang merupakan penurunan tahunan terbesar sejak 2008. 

Kondisi Nasdaq Composite bahkan lebih parah dengan anjlok hingga 33,1% sepanjang tahun 2022.

Baca Juga: Wall Street Menutup Tahun 2022 dengan Penurunan Tertajam Sejak 2008

Sejumlah saham kelas kakap anjlok pada tahun ini. Saham Amazon.com Inc misalnya yang merosot hampir 50% pada tahun 2022. Sedangkan Tesla Inc turun sekitar 65% dan perusahaan induk Facebook Meta Platforms Inc juga terjun 64%. 

Meski demikian, sejumlah saham-saham energi berhasil melawan tren dengan membukukan penguatan yang mencolok.

Inflasi dan respons agresif The Fed dalam upaya menahannya, kemungkinan akan tetap menjadi faktor penting yang mendorong kinerja pasar saham pada tahun 2023. 

Tetapi investor juga akan mengamati dampak dari suku bunga yang lebih tinggi, termasuk bagaimana kebijakan moneter yang lebih ketat mempengaruhi ekonomi dan apakah hal itu akan membuat aset lain lebih kompetitif dibanding saham.

Mungkin pertanyaan terbesar yang akan mengguncang pasar saham saat tahun baru dimulai adalah apakah ekonomi sedang menuju resesi, seperti yang diprediksi oleh banyak investor.

Jika resesi dimulai pada tahun 2023, pasar saham dapat menghadapi potensi penurunan lainnya yakni tren bearish market yang secara historis terjadi sebelum dimulainya resesi.

Menurut Truist Advisory Services, resesi cenderung memukul pasar saham, dengan S&P 500 jatuh rata-rata 29% selama resesi sejak Perang Dunia Kedua. Namun, penurunan tersebut biasanya diikuti oleh rebound yang kuat.

Baca Juga: Perdagangan Hari Terakhir 2022, Bursa Asia Menguat

Investor juga khawatir bahwa perkiraan pendapatan perusahaan mungkin tidak sepenuhnya memperhitungkan potensi perlambatan sehingga menyebabkan penurunan yang lebih dalam di pasar saham. 

Refinitiv IBES mencatat, perkiraan analis pada minggu lalu memproyeksikan pendapatan S&P 500 naik 4,4% pada tahun 2023.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×