Sumber: Fox Business | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman keamanan siber semakin berkembang seiring dengan insiden peretasan besar-besaran yang menyerang infrastruktur telekomunikasi global.
Baru-baru ini, Biro Investigasi Federal Amerika Serikat (FBI) dan Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur (CISA) memperingatkan risiko keamanan akibat penggunaan pesan teks tidak terenkripsi antara pengguna Android dan iPhone.
Insiden peretasan yang dikenal sebagai Salt Typhoon menjadi salah satu contoh nyata ancaman ini.
Baca Juga: Elon Musk Mengalami Kerugian Sebesar US$32.000.000.000 Sejak Mengambil Alih Twitter
Apa itu Peretasan Salt Typhoon?
Salt Typhoon merupakan insiden keamanan yang melibatkan aktor ancaman yang diduga berasal dari Tiongkok. Peretasan ini menyasar penyedia layanan telekomunikasi besar di Amerika Serikat dan global, dengan fokus pada akses ke:
- Rekaman panggilan telepon.
- Komunikasi langsung (panggilan telepon) dari target tertentu.
- Sistem yang digunakan perusahaan telekomunikasi untuk menangani perintah pengadilan terkait pemantauan komunikasi.
Hingga saat ini, dampak penuh dari peretasan ini belum sepenuhnya tertangani, dan para ahli memperingatkan bahwa solusi permanen belum dapat diprediksi dalam waktu dekat.
Baca Juga: Bagaimana Bill Gates Menghabiskan Kekayaannya yang Mencapai US$153.000.000.000
Risiko Pesan Tidak Terenkripsi antara Android dan iPhone
Meski ponsel Android dan iPhone memiliki sistem enkripsi yang canggih untuk komunikasi sesama perangkatnya, pesan teks antara kedua platform ini tidak terenkripsi.
Hal ini membuka peluang bagi peretas untuk mengakses data komunikasi dengan lebih mudah, terutama jika jaringan telekomunikasi yang digunakan telah diretas, seperti dalam kasus Salt Typhoon.
Jeff Greene, Direktur Eksekutif untuk Keamanan Siber di CISA, menegaskan pentingnya penggunaan enkripsi untuk melindungi komunikasi.
"Enkripsi adalah teman Anda, baik untuk pesan teks maupun komunikasi suara yang terenkripsi," ujarnya.