Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Elon Musk telah mengalami penurunan nilai besar-besaran pada platform media sosial Twitter, yang kini dilaporkan bernilai 72 persen lebih rendah dibandingkan harga yang dibayarnya saat membeli perusahaan tersebut.
Pada Oktober 2022, CEO Tesla dan SpaceX itu membeli Twitter dengan harga fantastis sebesar US$44 miliar. Namun, menurut laporan dari Axios dan Fidelity, nilai Twitter saat ini hanya sekitar US$12,3 miliar—penurunan sebesar US$32 miliar dari harga awal.
Dampak Kebijakan Kontroversial Musk
Mengutip unilad.com, walaupun ada kenaikan harga saham sebesar 32 persen setelah Musk mengumumkan akuisisi, nilai perusahaan justru anjlok setelah sejumlah kebijakan kontroversial diterapkan. Salah satu keputusan yang paling berdampak adalah rebranding Twitter menjadi X pada Juli 2023, yang dianggap kurang berhasil dalam meningkatkan daya tarik platform.
Baca Juga: Peringatan bagi Generasi Sebelum 1996, 150 Juta Orang Terpapar Bahan Kimia Beracun
Perubahan lain yang memicu kontroversi adalah revisi sistem verifikasi, di mana siapa saja yang berlangganan dapat membeli tanda centang biru yang sebelumnya menjadi simbol eksklusivitas. Langkah ini memicu kritik luas, termasuk dari pengguna lama dan pengiklan.
Hengkangnya Para Pengiklan Utama
Keputusan-keputusan tersebut berdampak langsung pada penarikan iklan besar-besaran. Laporan dari Media Matters for America pada November 2022 menunjukkan bahwa sekitar 50 dari 100 pengiklan terbesar Twitter menghentikan kerja sama mereka.
Perusahaan-perusahaan besar seperti Chanel, CNN, Dell, Kellogg Company, dan Nestlé termasuk dalam daftar pengiklan yang meninggalkan platform tersebut.
Secara keseluruhan, Twitter kehilangan hampir US$2 miliar dari pendapatan iklan.
Baca Juga: Kafein, Senjata Tersembunyi untuk Melawan Kecanduan Alkohol
Komentar Musk yang Memicu Polemik
Saat menghadapi pertanyaan tentang hilangnya pengiklan dalam DealBook Summit 2023, Musk memberikan komentar yang kurang diplomatis: "Jika seseorang mencoba memeras saya dengan iklan? Pergi ke neraka dengan uangmu. Jangan iklankan," ucapnya.
Komentar ini semakin memperburuk citra platform dan memicu kekhawatiran pengiklan lainnya.
Data dari perusahaan pemantau aplikasi Sensor Tower menunjukkan bahwa jumlah pengguna harian Twitter terus menurun. Antara November 2022 hingga Februari 2024, jumlah pengguna di Amerika Serikat menurun sebesar 23 persen.
Penurunan terbesar terjadi setelah pemilu presiden 2024, di mana lebih dari 115.000 pengguna AS meninggalkan platform dalam satu hari.
Baca Juga: Mengejutkan! Antartika Menjadi 10 Kali Lebih Hijau dalam 35 Tahun Terakhir
Migrasi Pengguna ke Bluesky
Banyak pengguna yang beralih ke platform alternatif, salah satunya Bluesky, yang kini telah memiliki lebih dari 24 juta pengguna aktif.
Platform ini, yang awalnya merupakan proyek Twitter di bawah mantan CEO Jack Dorsey, dibangun dengan standar terbuka dan desentralisasi untuk media sosial.
Saat ini, Bluesky dikelola oleh Jay Graber dan telah menarik sejumlah selebritas besar yang meninggalkan Twitter.