kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peringatan Goldman: Indeks S&P 500 belum sampai level bottom, bisa dekati level 2.000


Selasa, 17 Maret 2020 / 05:37 WIB
Peringatan Goldman: Indeks S&P 500 belum sampai level bottom, bisa dekati level 2.000
ILUSTRASI. Traders di New York Stock Exchange. REUTERS/Lucas Jackson


Sumber: CNN,Bloomberg | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Bagi investor yang bertanya-tanya, apakah penurunan saham Jumat menandai level bottom dalam kekacauan saat ini, Goldman Sachs Group memiliki jawaban yang tidak menyenangkan: belum.

Melansir Bloomberg, Kepala strategi ekuitas AS Goldman, David Kostin, mengatakan indeks S&P 500 kemungkinan akan turun hampir 10% dalam tiga bulan ke depan menjadi 2.450.

Selain itu, jika kejatuhan ekonomi dari penyebaran virus corona semakin dalam, kondisi itu bisa menyebabkan indeks saham turun 26% dari hari Jumat mendekati level 2.000! Level tersebut 20% lebih rendah dari yang Goldman prediksi pada minggu lalu.

Baca Juga: Apakah ramalan krisis finansial 2020 Roubini akan jadi kenyataaan akibat corona?

Kostin memperingatkan bahwa penyebaran virus corona akan memukul perolehan laba perusahaan dan membahayakan perekonomian hingga tingkat yang tidak dapat diprediksi. Di sisi lain, pemerintah berusaha keras menahan penyebaran wabah tersebut dan perusahaan menghadapi gangguan tak terelakkan terhadap bisnis mereka.

"Virus corona telah menciptakan gangguan finansial dan sosial yang belum pernah terjadi sebelumnya," tulisnya dalam catatan kepada klien seperti yang dikutip Bloomberg. “Kombinasi likuiditas yang tipis, ketidakpastian yang tinggi, dan penentuan posisi dapat menyebabkan S&P 500 jatuh di bawah estimasi 2.450 kasus nilai dasar kami dan lebih dekat ke palung 2.000.”

Baca Juga: Wall Street anjlok, Dow Jones melorot hampir 13% akibat pemangkasan bunga The Fed

Asal tahu saja, pasar saham AS jatuh 27% di sepanjang minggu lalu, mengakhiri pasar bullish terpanjang dalam catatan sejarah karena investor khawatir pemerintahan Trump tidak melakukan cukup banyak kebijakan untuk mencegah dampak ekonomi dari virus corona.

Saham-saham sempat mengalami rally besar-besaran dalam setengah jam terakhir minggu ini selama konferensi pers di mana presiden mengumumkan keadaan darurat nasional dan mengumumkan rencana untuk memberikan stimulus keuangan yang luas.

Baca Juga: Wall Street ambrol hampir 12% setelah The Fed menggunting suku bunga

Sayangnya, setelah reli, indeks S&P 500 mengakhiri minggu dengan penurunan sebesar 8,8% dan turun 20% dari rekornya. Jika ramalan Kostin menjadi kenyataan, penurunan indeks saham dari rekor tertinggi pada 19 Februari akan membengkak menjadi 41% dan menghapus semua keuntungan yang dibukukan selama masa kepresidenan Donald Trump. 

Sejumlah analis mengatakan, laba per saham perusahaan pada kuartal kedua bisa turun 15% dari tahun sebelumnya, karena perusahaan menghadapi dampak dari virus corona yang menyebar dengan cepat.

Nike Inc, misalnya,  mengatakan pada hari Minggu bahwa mereka akan menutup semua toko di Amerika Utara dan Eropa Barat. Langkah itu menyusul pengumuman Apple pada hari Sabtu bahwa mereka akan menutup semua toko di luar China hingga tanggal 27 Maret.

Baca Juga: Hadapi Covid-19, bank sentral di dunia kompak pangkas suku bunga

Kostin memang memberikan sejumlah harapan, menegaskan kembali pendiriannya bahwa pemulihan berbentuk V dalam saham biasanya mengikuti pasar "didorong oleh peristiwa". Dia memprediksi, indeks S&P 500 akan berada di level 3.200 pada akhir 2020 atau reli 60% dari posisi 2.000.

"Pelajaran dari pasar bearish yang didorong oleh peristiwa sebelumnya adalah bahwa kehancuran finansial pada akhirnya memungkinkan lahirnya pasar baru," tulisnya seperti yang dikutip Bloomberg.

Baca Juga: The Fed pangkas suku bunga, investor khawatir kemungkinan terburuk terjadi

Sebelumnya, kenaikan enam bulan sebesar itu pernah terjadi hanya sekali. Indeks hampir melonjak dua kali lipat dalam 126 sesi yang berakhir 25 Agustus 1933, ketika AS berusaha untuk keluar dari Depresi Hebat. Krisis keuangan global juga memberi jalan rebound setengah tahun yang membuat S&P 500 lebih tinggi 51% hingga 28 Agustus 2009.

Investor semakin menghargai risiko bahwa Amerika Serikat jatuh ke dalam resesi karena pandemi virus corona. "Ini bisa menjadi pasar bearish yang cepat seperti pada tahun 1987. Namun, kali ini, resesi pendek kemungkinan terjadi," Ed Yardeni, presiden penasihat investasi Yardeni Research, menulis dalam catatan Senin kepada klien, seperti yang dikutip CNN.




TERBARU

[X]
×