Sumber: AP | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. PBB pada Rabu (13/4) memperingatkan, perang di Ukraina bisa secara perlahan menghancurkan ekonomi negara-negara miskin. Hal ini didorong oleh kenaikan harga makanan dan energi.
Laporan yang dirilis Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan, perang mendorong krisis pangan, energi, dan keuangan di negara-negara miskin. Kondisi semakin buruk karena banyak negara tersebut masih belum pulih dari serangan Covid-19.
"Kita menghadapi badai yang akan menghancurkan ekonomi banyak negara berkembang. Sebanyak 1,7 miliar orang kini sangat rentan terhadap gangguan dalam sistem pangan, energi, dan keuangan yang memicu peningkatan kemiskinan dan kelaparan," kata Guterres, seperti dikutip Associated Press (AP).
Rebeca Grynspan, sekjen badan PBB yang memimpin gugus tugas terkait masalah ini mengatakan, orang-orang itu tinggal di 107 negara yang memiliki risiko terparah dari perang.
Baca Juga: Ekonomi Rusia Diramal Alami Kontraksi 10% Lebih, Terbesar sejak Uni Soviet Runtuh
Di negara-negara itu, orang-orang disebut berjuang untuk membeli makanan sehat. Kurangnya sumber daya membuat impor sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi
Laporan PBB itu mencatat, ada 69 negara dengan populasi 1,2 miliar yang merasakan dampak signifikan dari krisis akibat perang di Ukraina. Mereka termasuk 25 negara di Afrika, 25 di Asia dan Pasifik, dan 19 di Amerika Latin dan Karibia.
Sementara itu, ada 36 negara yang bergantung pada Rusia dan Ukraina untuk lebih dari setengah impor gandum mereka. Termasuk di antara mereka adalah beberapa negara termiskin di dunia. Bahkan sebelum perang, harga gandum dan jagung telah naik 30%.
Sanksi memperburuk situasi
Sanksi terhadap Rusia sebagai pengekspor gas alam teratas dunia dan pengekspor minyak terbesar kedua dunia juga membuat banyak negara kesulitan di sektor energi. Bukan cuma itu, 20% kebutuhan pupuk dunia juga dijamin oleh Rusia dan Belarusia.
Saat ini, Guterres melaporkan, harga minyak telah naik lebih dari 60% selama setahun terakhir, harga gas alam naik 50%, dan harga pupuk juga telah berlipat ganda.
Baca Juga: Bank Dunia: Negara-Negara di Seluruh Dunia Harus Kurangi Ketergantungan pada China