Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan tentang kemungkinan peningkatan drastis kematian akibat tuberkulosis (TBC) di tahun-tahun mendatang, sebagai akibat dari gangguan yang disebabkan pandemi virus corona. Ditambah lagi, adanya kekurangan dana dalam upaya global untuk memerangi penyakit TBC.
WHO menyebutkan, ada pengurangan yang signifikan dalam pelaporan dan pemantauan kasus TBC baru pada paruh pertama tahun 2020, karena negara-negara memberlakukan lockdown untuk mengekang penyebaran wabah corona (Covid-19).
Tiga negara dengan beban tinggi yakni India, Indonesia dan Filipina, melaporkan penurunan antara 25% dan 30% dalam pemberitahuan TBC selama enam bulan pertama tahun ini atau hingga Juni 2020 dibandingkan dengan periode sama tahun lalu.
Ketiga negara tersebut juga termasuk negara dengan angka kasus virus corona tertinggi di dunia.
Baca Juga: WHO: Orang muda dan sehat tidak akan dapat vaksin hingga 2022
“Pengurangan dalam pemberitahuan kasus ini dapat menyebabkan peningkatan dramatis dalam kematian TBC,” tulis laporan WHO seperti dikutip Al Jazeera.
TBC dianggap sebagai penyakit menular paling mematikan di dunia. Ini disebabkan oleh bakteri yang paling sering menyerang paru-paru, dan dapat menyebar dengan mudah.
Diperkirakan ada 14 juta orang dirawat karena TBC antara 2018 hingga 2019. Mereka hanya mewakili sekitar sepertiga dari 40 juta penderita TBC yang diharapkan dapat diobati oleh badan PBB pada tahun 2022.
WHO mencatat, meskipun kejadian penyakit tersebut turun 9% antara 2015 dan 2019 dan kematian menurun sebesar 14% selama periode yang sama, lebih dari 1,4 juta orang masih meninggal akibat tuberkulosis pada 2019.
Sekarang adanya pandemi virus corona menghambat upaya melawan TBC.
“Pandemi corona mengancam penurunan kasus TBC yang diperoleh selama beberapa tahun terakhir,” kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus.
“Tindakan yang dipercepat sangat dibutuhkan di seluruh dunia jika kita ingin memenuhi target kita,” katanya.
Baca Juga: Kasus Covid-19 dekati 350.000, ini 15 gejala virus corona menurut WHO
Menurut WHO, di antara tantangan paling mendesak dalam memerangi TBC adalah pendanaan.
Tahun ini, dana yang terkumpul untuk pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan perawatan TBC hanya mencapai US$ 6,5 miliar secara global, atau cuma setengah dari target US$ 13 miliar yang disepakati oleh para pemimpin dunia dalam Deklarasi Politik PBB melawan TBC.
Tanpa tindakan dan investasi yang mendesak, target global untuk pencegahan dan pengobatan TBC kemungkinan besar akan terlewat.
TBC dapat dicegah dan disembuhkan. Menurut data WHO, sekitar 85% dari mereka yang terinfeksi TBC berhasil diobati dengan rejimen obat selama enam bulan. Perawatan ini juga mengurangi penularan infeksi.
"Sejak 2000, pengobatan TBC telah mencegah lebih dari 60 juta kematian," kata Tedros.
Baca Juga: Catat! Inilah gejala TBC yang perlu diwaspadai
Doctors Without Borders (MSF) kecewa melihat bahwa pemerintah di seluruh dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan pengujian dan pengobatan untuk penyakit TBC tersebut.
“TBC tetap menjadi beban sepanjang sejarah manusia, jadi belum saatnya pemerintah menjadi lebih serius dalam menangani penyakit mematikan ini,” kata Sharonann Lynch, penasihat senior MSF untuk TBC dan HIV-AIDS.
“Dengan adanya wabah corona menyebabkan mundurnya tes TBC, pemerintah perlu membuat rencana mengejar target," imbuhnya.