Sumber: Bloomberg |
DUBAI. Satu dekade setelah OPEC gagal mencegah kolapsnya harga minyak hingga US$ 10 per barel, produsen minyak terbesar menunda untuk melakukan aksi untuk menahan tergelincirnya harga energi ini.
Menteri-menteri yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) menunda perdebatan untuk pemangkasan yang kedua kalinya dalam pertemuan di Kairo, Sabtu (29/11) kemarin. Mereka akan menunggu hingga akhir bulan ini. Tahu sendiri, ekonomi global yang terjerembap menggiring harga minyak hingga US$ 48,25 per barel di New York.
“Dulu saat ada penurunan ekonomi, OPEC secara berkala memangkas harga minyak untuk menstabilkan pasar,” kata Adam Sieminski, chief energy economist Deutsche Bank AG di Washington.
Mereka belum cukup mampu untuk menghentikan penurunan yang sudah mencapai 67%. Merrill Lynch & Co., memprediksikan penyusutan pertama dalam kurun seperempat abad, bakalan menciut hingga menyentuh US$ 43 per barel pada kuartal pertama. Angka ini 21% lebih rendah ketimbang level yang sudah rendah yang sempat disentuh minggu lalu. Pada bulan Desember 1998, minyak terjungkal 61% hingga ke level US$ 10,35 saat OPEC gagal untuk mengeliminasi suplai yang begitu berlimpah.
Anggota OPEC yang menyuplai sekitar 40% dari minyak dunia, mengatakan dalam pertemuan di Kairo kemarin bahwa mereka masih menunggu untuk mengukur dampak dari pemangkasan sebesar 1,5 juta barel yang telah disetujui bersama pada 24 Oktober lalu. Pengurangan ini berarti untuk membatasi produksi OPEC sebesar 5,2%. Pengurangan ini setara dengan penggunaan minyak di Spanyol sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-sembilan di dunia.
Ali al-Naimi, menteri perminyakan di Arab Saudi, eksportir OPEC terbesar dan secara de facto adalah yang memimpin, mengatakan bahwa harga US$ 75 per barel adalah cukup fair untuk mendukung investasi di ladang baru. Kelompok ini berencana untuk bertemu di Oran, Algeria, pada 17 Desember 2008 mendatang.
Harga minyak menyusut US$ 99,02 per barel dari rekornya yang disentuh pada bulan Juli. Ini adalah penyusutan yang tajam dalam empat bulan, dibandingkan dengan catatan penyusutan yang pernah terjadi setelah rekor tertinggi memuncak tahun 1996 dan langsung ambrol di bulan Desember 1998.
OPEC, International Energy Agency dan U.S. Energy Department mengurangi proyeksi konsumsi minyak di bulan November berdasarkan economic outlook. OPEC mengkoreksi prediksinya untuk konsumsi harian sebesar 530 ribu barel per hari atau 0,6%. Sementara itu IEA memotong prediksinya sebesar 670 ribu barel per hari atau 0,8%.
“Harga terus menurun karena permintaan (yang juga menyusut-red),” kata Robert Ebel, senior adviser on energy and national security Center for Strategic and International Studies di Washington. “Tidak ada tahu sampai kapan kondisi ini akan berlangsung,” imbuhnya.
Fatih Birol, chief economist IEA di Paris juga menegaskan bahwa harga minyak kemungkinan akan lebih anjlok seiring dengan pertumbuhan dunia yang melambat. “Faktor penentu utama adalah bagaimana perekonomian dunia ini menggelinding,” katanya. Menurutnya, jika perekonomian terus melambat, ini akan menekan penurunan permintaan dan akan berdampak pada harga minyak.
Merrill Lynch yang berbasiskan di New York memprediksi pemulihan harga minyak ini akan terjadi pada semester kedua tahun depan, dengan harga akan bergerak rata-rata di level US$ 50 per barel. Sementara, Barclays Plc mengatakan bahwa minyak kemungkinan bisa diperdagangkan di level US$ 72,10 kuartal ke depan dan rata-rata menjadi US$ 100,50 di tahun 2009.
Sementara itu, para produsen minyak sangat bergantung pada harga minyak mentah untuk menghitung pengeluaran mereka. Venezuela, eksportir minyak terbesar di Western Hemisphere, memprediksikan harga rata-rata minyak US$ 60 per barel untuk bujet tahun 2009. Negara di Amerika Latin bergantung pada minyak untuk separo pengeluaran mereka, dan lebih dari 90% dari ekspor.
Rencana pengeluaran Rusia pada tahun 2009 berbeda. Negara ini mematok US$ 95 per barel untuk minyak mentah jenis Urals. Menteri keuangan Alexei Kudrin mengatakan pada 16 September lalu bahwa bujet ini akan tetap diputuskan kendati harga minyak tahun depan rata-rata US$ 70 per barel. Minyak mentah Urals yang merupakan blend patokan Rusia, terakhir diperdagangkan di level US$ 49,60 per barel.
“Pasar minyak sangat berkaitan dengan krisis perekonomian global,” kata Menteri Perminyakan Qatar, Abdullah bin Hamad al-Attiyah said in Cairo. Menurutnya, kini ada tekanan dalam permintaan minyak mentah.
Menteri-menteri yang tergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) menunda perdebatan untuk pemangkasan yang kedua kalinya dalam pertemuan di Kairo, Sabtu (29/11) kemarin. Mereka akan menunggu hingga akhir bulan ini. Tahu sendiri, ekonomi global yang terjerembap menggiring harga minyak hingga US$ 48,25 per barel di New York.
“Dulu saat ada penurunan ekonomi, OPEC secara berkala memangkas harga minyak untuk menstabilkan pasar,” kata Adam Sieminski, chief energy economist Deutsche Bank AG di Washington.
Mereka belum cukup mampu untuk menghentikan penurunan yang sudah mencapai 67%. Merrill Lynch & Co., memprediksikan penyusutan pertama dalam kurun seperempat abad, bakalan menciut hingga menyentuh US$ 43 per barel pada kuartal pertama. Angka ini 21% lebih rendah ketimbang level yang sudah rendah yang sempat disentuh minggu lalu. Pada bulan Desember 1998, minyak terjungkal 61% hingga ke level US$ 10,35 saat OPEC gagal untuk mengeliminasi suplai yang begitu berlimpah.
Anggota OPEC yang menyuplai sekitar 40% dari minyak dunia, mengatakan dalam pertemuan di Kairo kemarin bahwa mereka masih menunggu untuk mengukur dampak dari pemangkasan sebesar 1,5 juta barel yang telah disetujui bersama pada 24 Oktober lalu. Pengurangan ini berarti untuk membatasi produksi OPEC sebesar 5,2%. Pengurangan ini setara dengan penggunaan minyak di Spanyol sebagai negara dengan perekonomian terbesar ke-sembilan di dunia.
Ali al-Naimi, menteri perminyakan di Arab Saudi, eksportir OPEC terbesar dan secara de facto adalah yang memimpin, mengatakan bahwa harga US$ 75 per barel adalah cukup fair untuk mendukung investasi di ladang baru. Kelompok ini berencana untuk bertemu di Oran, Algeria, pada 17 Desember 2008 mendatang.
Harga minyak menyusut US$ 99,02 per barel dari rekornya yang disentuh pada bulan Juli. Ini adalah penyusutan yang tajam dalam empat bulan, dibandingkan dengan catatan penyusutan yang pernah terjadi setelah rekor tertinggi memuncak tahun 1996 dan langsung ambrol di bulan Desember 1998.
OPEC, International Energy Agency dan U.S. Energy Department mengurangi proyeksi konsumsi minyak di bulan November berdasarkan economic outlook. OPEC mengkoreksi prediksinya untuk konsumsi harian sebesar 530 ribu barel per hari atau 0,6%. Sementara itu IEA memotong prediksinya sebesar 670 ribu barel per hari atau 0,8%.
“Harga terus menurun karena permintaan (yang juga menyusut-red),” kata Robert Ebel, senior adviser on energy and national security Center for Strategic and International Studies di Washington. “Tidak ada tahu sampai kapan kondisi ini akan berlangsung,” imbuhnya.
Fatih Birol, chief economist IEA di Paris juga menegaskan bahwa harga minyak kemungkinan akan lebih anjlok seiring dengan pertumbuhan dunia yang melambat. “Faktor penentu utama adalah bagaimana perekonomian dunia ini menggelinding,” katanya. Menurutnya, jika perekonomian terus melambat, ini akan menekan penurunan permintaan dan akan berdampak pada harga minyak.
Merrill Lynch yang berbasiskan di New York memprediksi pemulihan harga minyak ini akan terjadi pada semester kedua tahun depan, dengan harga akan bergerak rata-rata di level US$ 50 per barel. Sementara, Barclays Plc mengatakan bahwa minyak kemungkinan bisa diperdagangkan di level US$ 72,10 kuartal ke depan dan rata-rata menjadi US$ 100,50 di tahun 2009.
Sementara itu, para produsen minyak sangat bergantung pada harga minyak mentah untuk menghitung pengeluaran mereka. Venezuela, eksportir minyak terbesar di Western Hemisphere, memprediksikan harga rata-rata minyak US$ 60 per barel untuk bujet tahun 2009. Negara di Amerika Latin bergantung pada minyak untuk separo pengeluaran mereka, dan lebih dari 90% dari ekspor.
Rencana pengeluaran Rusia pada tahun 2009 berbeda. Negara ini mematok US$ 95 per barel untuk minyak mentah jenis Urals. Menteri keuangan Alexei Kudrin mengatakan pada 16 September lalu bahwa bujet ini akan tetap diputuskan kendati harga minyak tahun depan rata-rata US$ 70 per barel. Minyak mentah Urals yang merupakan blend patokan Rusia, terakhir diperdagangkan di level US$ 49,60 per barel.
“Pasar minyak sangat berkaitan dengan krisis perekonomian global,” kata Menteri Perminyakan Qatar, Abdullah bin Hamad al-Attiyah said in Cairo. Menurutnya, kini ada tekanan dalam permintaan minyak mentah.
Berita Terkait
Internasional
OPEC Putuskan Untuk Pangkas Kapasitas Produksinya
Internasional
IEA Akan Ciutkan Prediksi Permintaan Minyak
TERBARU
- momsmoney.id | 11 Menit lalu