kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perusahaan AS ramai-ramai hengkang dari China, Indonesia jadi salah satu pilihan


Senin, 02 September 2019 / 07:15 WIB
Perusahaan AS ramai-ramai hengkang dari China, Indonesia jadi salah satu pilihan
ILUSTRASI. Presiden AS Donald Trump


Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Pernyataan Presiden AS Donald Trump yang meminta agar perusahaan-perusahaan AS memindahkah pabrik produksi mereka dari China, sempat membuat Wall Street bingung. Namun, rupanya, banyak perusahaan AS yang sudah melakukannya. Mengutip CNBC, dalam beberapa bulan terakhir, banyak pimpinan perusahaan yang memberikan sinyal untuk mengambil langkah serupa seiring dengan meningkatnya tensi perang dagang.

Pada 23 Agustus, Trump menuliskan tweet di media sosial Twitter. Dia memerintahkan perusahaan AS untuk "secepatnya mencari alternatif pengganti China" dan mendesak mereka agar memproduksi di AS. Sebagai dasarnya, dia mengutip Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional (IEEPA) - yang disahkan pada tahun 1977 terkait dengan urusan "ancaman tidak biasa dan luar biasa terhadap keamanan nasional, kebijakan luar negeri, atau ekonomi Amerika Serikat."

Ancaman presiden menyebabkan investor tak nyaman, sehingga mengirim indeks saham ke posisi terendah pada sesi hari itu. Data Reuters menunjukkan, Indeks Dow Jones Industrial Average, misalnya, turun lebih dari 600 poin.

Baca Juga: AS dan China mengenakan tarif tambahan barang impor mulai hari ini

Trump kembali mengeluarkan pernyataan kontroversial pada hari Jumat. Yakni dengan menyerang General Motors karena kehadirannya yang sangat signifikan di China. Dia bahkan mempertanyaak apakah produsen otomotif itu harus memindahkan operasionalnya ke AS.

"Terkadang Anda harus mengambil kebijakan yang tegas," jelas penasihat ekonomi Gedung Putih Larry Kudlow seperti yang dilansir dari CNBC. Kudlow menambahkan, perusahaan-perusahaan AS harus mengikuti imbauan Trump untuk segera meninggalkan AS.

Sejauh ini, tidak ada satu pun Presiden AS yang pernah menggunakan IEEPA sebagai landasan dalam menyelesaikan pertikaian komersial. Apalagi China merupakan salah satu partner dagang terbesar AS. Lebih dari 100 abad, pemerintahan AS menggunakan IEEPA untuk menegakkan perdagangan obat-obatan atau terorisme finansial melalui sanksi atau pinalti ekonomi lainnya.

Baca Juga: Donald Trump: Perundingan dagang AS-China lanjut, tarif impor AS tetap jalan

CNBC mempertanyakan, hingga saat ini masih belum jelas bagaimana atau di bawah otoritas apa, Trump dapat mengimplementasikan IEEPA untuk perdagangan. Beberapa analis berpendapat bahwa undang-undang memungkinkan presiden untuk melakukan tindakan tertentu yang membatasi jalannya bisnis perusahaan China di AS, yakni dengan memblokir investasi. Bahkan jika itu tidak memungkinkan, pemerintahan Trump bisa langsung memerintahkan mereka untuk pindah.  

Indonesia ikut dilirik

Sejumlah perusahaan AS sudah mengambil langkah untuk melakukan diversifikasi produksi di tengah memanasnya perang dagang dalam setahun terakhir. Namun, perintah untuk memindahkan operasional mereka ke luar China membuat pelaku industri kewalahan.

Pada pekan lalu, Trump mengatakan dia akan menaikkan pajak eksisting terhadap produk-produk China senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30% pada 1 Oktober. Tak hanya itu, pajak terhadap barang-barang China lain senilai US$ 112 miliar, yang berlaku efektif Minggu kemarin, sekarang menjadi 15% dari sebelumnya 10%. Akibat perang dagang ini, posisi China sebagai partner dagang terbesar AS melorot dari posisi pertama menjadi posisi ketiga.

Melansir CNBC, sejumlah perusahaan juga berencana keluar sepenuhnya dari China. Dengan melakukan hal itu, terbukti sangat mengganggu bagi industri dan teknologi kelas berat Amerika yang mengandalkan pangkalan manufaktur China sebagai bagian penting dari rantai pasokan mereka. China masih menghasilkan sekitar 25% dari semua barang manufaktur di seluruh dunia. Sebagian karena alasan sulitnya menemukan tenaga kerja yang cukup di pabrik negara lain.

Sebagai pengganti China, negara-negara Asia Tenggara termasuk Vietnam, Indonesia dan Malaysia telah menarik perhatian perusahaan-perusahaan AS dalam beberapa bulan terakhir. Sejumlah perusahaan berhasil memindahkan perusahaan mereka dengan sukses ke negara-negara tersebut. Namun banyak juga yang harus menghadapi hambatan seperti oleh kelangkaan rantai pasokan khusus dan kekurangan tenaga kerja (di Kamboja, lebih dari 40% dari semua barang yang diperiksa pada kuartal terakhir tidak memenuhi standar inspeksi).

Baca Juga: Ini empat sinyal perang dagang AS-China siap mereda

Boeing, misalnya. Perusahaan produsen pesawat terbang ini belum akan hengkang dari China dalam waktu dekat setelah membuka pabrik untuk pesawat jet 737 Max tahun lalu. Memindahkan produksi akan menempatkan posisi Boeing dalam risiko sehingga bisa kalah dalam bersaing dengan Airbus yang juga menyasar pasar China. Bisnis Boeing diestimasi menambah perekonomian China dengan nilai lebih dari US$ 1 miliar.

Apple, juga sama. Mayoritas produk teknologi raksasa diproduksi di China. Jika ditotal, 50% supplier Apple berlokasi di China, naik 5% dalam empat tahun terakhir. Butuh waktu bertahun-tahun hingga Apple bisa hengkang dari China dan jalan Samsung untuk bisa mengambil pangsa pasar Apple akan semakin mudah.

Laporan dari CNBC juga menyebut, sejumlah perusahaan teknologi AS lainnya, seperti HP Inc dan Dell Technologies juga dilaporkan sudah memindahkan lebih dari 30% produksi notebook mereka keluar dari China.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×