kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.888.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.340   30,00   0,18%
  • IDX 7.176   -23,15   -0,32%
  • KOMPAS100 1.044   -7,03   -0,67%
  • LQ45 815   -3,41   -0,42%
  • ISSI 226   -0,18   -0,08%
  • IDX30 426   -2,13   -0,50%
  • IDXHIDIV20 508   0,07   0,01%
  • IDX80 118   -0,55   -0,47%
  • IDXV30 121   0,13   0,11%
  • IDXQ30 139   -0,23   -0,17%

Pikat Mahasiswa Asing yang Kuliah di AS, Universitas Ini Janji Beri Perlindungan


Jumat, 30 Mei 2025 / 16:50 WIB
Pikat Mahasiswa Asing yang Kuliah di AS, Universitas Ini Janji Beri Perlindungan
ILUSTRASI. Universitas di seluruh dunia berupaya menawarkan perlindungan bagi mahasiswa asing yang terkena dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.


Sumber: Reuters | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - TOKYO/BEIJING/LONDON. Universitas di seluruh dunia berupaya menawarkan perlindungan bagi mahasiswa asing yang terkena dampak kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

Trump melakukan tindakan keras terhadap lembaga akademis, yang menargetkan bakat terbaik dan sebagian dari miliaran dolar pendapatan akademis di Amerika Serikat.

Universitas Osaka, salah satu universitas dengan peringkat teratas di Jepang, menawarkan keringanan biaya kuliah, hibah penelitian, dan bantuan pengaturan perjalanan bagi mahasiswa dan peneliti di lembaga AS yang ingin pindah.

Reuters, Jumat (30/5), melaporkan, Universitas Kyoto dan Universitas Tokyo di Jepang juga mempertimbangkan skema serupa. Sementara Hong Kong telah menginstruksikan universitasnya untuk menarik bakat terbaik dari Amerika Serikat. 

Universitas Jiaotong Xi'an di Tiongkok mencoba menarik minat mahasiswa di Harvard, yang menjadi sasaran tindakan keras Trump, dengan menjanjikan penerimaan yang "dipermudah" dan dukungan yang "menyeluruh". 

Baca Juga: Mahasiswa Asing di Harvard University Kini Terancam, Gara-Gara Kebijakan Baru Trump

Pemerintahan Trump telah memberlakukan pemotongan dana besar-besaran untuk penelitian akademis, membatasi visa bagi mahasiswa asing - terutama dari Tiongkok - dan berencana menaikkan pajak di sekolah-sekolah elite.

Trump menuduh universitas-universitas ternama AS merupakan tempat lahirnya gerakan anti-Amerika. Dalam eskalasi yang dramatis, pemerintahannya minggu lalu mencabut izin Harvard untuk menerima mahasiswa asing, sebuah langkah yang kemudian diblokir oleh hakim federal.

Masaru Ishii, dekan sekolah pascasarjana kedokteran di Universitas Osaka, menggambarkan dampaknya terhadap universitas-universitas AS sebagai "kerugian bagi seluruh umat manusia".

Jepang bermaksud untuk meningkatkan jumlah mahasiswa asingnya menjadi 400.000 selama dekade berikutnya, dari sekitar 337.000 saat ini.

Jessica Turner, CEO Quacquarelli Symonds, sebuah firma analitik yang berbasis di London yang memeringkat universitas-universitas secara global, mengatakan, universitas-universitas terkemuka lainnya di seluruh dunia berusaha menarik mahasiswa yang tidak yakin untuk melanjutkan pendidikan di AS.

Jerman, Prancis, dan Irlandia muncul sebagai alternatif yang sangat menarik di Eropa. Sementara di Asia-Pasifik, Selandia Baru, Singapura, Hong Kong, Korea Selatan, Jepang, dan Tiongkok daratan semakin diminati.

Pindah Kuliah

Siswa Tiongkok menjadi sasaran utama tindakan keras Trump, dengan Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada hari Rabu berjanji untuk "secara agresif" menindak visa mereka.

Lebih dari 275.000 siswa Tiongkok terdaftar di ratusan perguruan tinggi AS, yang menjadi sumber pendapatan utama bagi sekolah dan jalur bakat penting bagi perusahaan teknologi AS.

Siswa internasional - 54% di antaranya berasal dari India dan Tiongkok - menyumbang lebih dari US$ 50 miliar bagi ekonomi AS pada tahun 2023, menurut Departemen Perdagangan AS.

Tindakan keras Trump terjadi pada periode kritis dalam proses aplikasi siswa internasional, karena banyak anak muda bersiap untuk bepergian ke AS pada bulan Agustus untuk mencari akomodasi dan menetap sebelum semester dimulai.

Dai, 25 tahun, seorang siswa Tiongkok yang tinggal di Chengdu, telah berencana pergi ke AS untuk menyelesaikan magisternya. Namun, sekarang ia sedang mempertimbangkan dengan serius untuk menerima tawaran di Inggris.

"Berbagai kebijakan (oleh pemerintah AS) merupakan tamparan di wajah saya," katanya, yang meminta identitasnya hanya disebutkan dengan nama belakangnya demi alasan privasi. "Saya sedang memikirkan kesehatan mental saya dan mungkin saja saya memang pindah sekolah."

Baca Juga: Harvard Vs Trump: Ribuan Mahasiswa Asing Terancam Tak Bisa Kuliah

Siswa dari Inggris dan Uni Eropa kini juga lebih ragu untuk mendaftar ke universitas-universitas AS, kata Tom Moon, wakil kepala konsultan di Oxbridge Applications, yang membantu para siswa dalam pendaftaran universitas mereka.

Terjadi peningkatan pendaftaran ke universitas-universitas Inggris dari calon mahasiswa di AS, kata Universities UK, sebuah organisasi yang mempromosikan lembaga-lembaga Inggris. Namun, organisasi itu memperingatkan bahwa masih terlalu dini untuk mengatakan apakah hal itu berarti lebih banyak mahasiswa yang mendaftar.

Dampak Reputasi

Ella Ricketts, seorang mahasiswa tahun pertama berusia 18 tahun di Harvard dari Kanada, mengatakan bahwa ia menerima paket bantuan yang besar yang dibayarkan oleh para donatur sekolah dan khawatir bahwa ia tidak akan mampu membayar pilihan lain jika dipaksa pindah.

"Sekitar waktu saya mendaftar ke sekolah, satu-satunya universitas di seberang Atlantik yang saya pertimbangkan adalah Oxford... Namun, saya menyadari bahwa saya tidak akan mampu membayar biaya kuliah internasional dan tidak ada beasiswa atau bantuan keuangan yang cukup tersedia," katanya.

Jika kemampuan Harvard untuk menerima mahasiswa asing dicabut, kemungkinan besar dia akan mendaftar ke Universitas Toronto.

Perusahaan analitik QS mengatakan kunjungan keseluruhan ke panduan daring 'Study in America' telah menurun sebesar 17,6% tahun lalu â?? dengan minat dari India sendiri turun lebih dari 50%.

"Dampak terukur pada pendaftaran biasanya muncul dalam waktu enam hingga 18 bulan. Namun, dampak reputasi sering kali bertahan lebih lama, khususnya ketika ketidakpastian visa dan pergeseran hak kerja memengaruhi persepsi risiko versus keuntungan," kata Turner dari QS.

Risiko reputasi itu, dan pengurasan otak yang terjadi setelahnya, bisa jadi lebih merusak bagi lembaga-lembaga AS daripada pukulan ekonomi langsung dari mahasiswa yang keluar.

"Jika Amerika menolak mahasiswa yang brilian dan berbakat ini, mereka akan mencari tempat lain untuk bekerja dan belajar," kata Caleb Thompson, mahasiswa AS berusia 20 tahun di Harvard, yang tinggal bersama delapan cendekiawan internasional.

Baca Juga: Trump Putus Seluruh Kontrak Federal dengan Harvard, Nilainya Capai US$ 100 Juta

Selanjutnya: Cara Rebus Daun Binahong dan 9 Manfaatnya untuk Kesehatan Tubuh

Menarik Dibaca: Ini 10 Kereta Api Favorit Penumpang Selama Libur Panjang




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Banking Your Bank

[X]
×