Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Sandy Baskoro
CALIFORNIA. Tak ada kata terlambat untuk menjadi orang kaya. Prinsip ini pun dipegang oleh Henry Samueli, pebisnis yang kini berusia 59 tahun. Samueli memutuskan terjun ke dunia bisnis pada usia 37 tahun. Kala itu, di dunia pendidikan, dia terbilang sukses, yakni menjadi profesor di University of California Los Angeles (UCLA).
Dengan mengenyam pendidikan yang tinggi, Samueli berharap nasibnya akan berubah. Maklumlah, orangtua Samueli merupakan imigran Yahudi asal Polandia yang lari dari kejaran pasukan Nazi. Sesampainya di Amerika Serikat, keluarga Samueli hidup serba kekurangan. Namun Samueli tak patah semangat untuk mengenyam pendidikan tinggi. Dia pun memilih fokus di bidang elektronik.
Belakangan, Samueli memutar haluan hidup dan terjun ke dunia bisnis. Mungkin keputusannya memulai bisnis terbilang lamban. Pada 1991, ketika menginjak usia 37 tahun, Samueli bersama bekas anak didiknya di UCLA, Henry Nicholas, memulai bisnis dengan mendirikan Broadcom Corporation, perusahaan yang memproduksi cip dan semikonduktor.
Tak banyak modal yang dikeluarkan untuk menjalani Broadcom. Samueli dan Nicholas merogoh duit masing-masing senilai US$ 5.000 untuk menghidupkan perusahaan itu. Banting setir ke dunia bisnis harus dibayar Samueli dengan berhenti mengajar di UCLA. Ini dilakukan agar bisa fokus mengurus Broadcom. Proyek Broadcom dimulai dari rumah pantai milik Nicholas di Westwood, Los Angeles.
Bisa dibilang kemajuan di bidang teknologi komunikasi mulai era 1990-an menjadi pendorong pertumbuhan Broadcom. Sebagai gambaran, sejak empat tahun berdiri, Broadcom memerlukan tempat yang lebih besar untuk beroperasi. Irvine, California, menjadi pilihan bagi Samueli dan Nicholas untuk membesarkan Broadcom hingga kini.
Kemajuan teknologi informasi turut mendongkrak pamor bisnis semikonduktor, cip hingga broadband. Demi memenuhi permintaan yang semakin tinggi, pada 1998 atau ketika Broadcom berusia tujuh tahun, perusahaan ini memutuskan menjual sahamnya di bursa NASDAQ.
Kehadiran Broadcom mampu mengisi kebutuhan berbagai kalangan, mulai dari perusahaan besar, perusahaan kecil hingga kebutuhan individu seperti gadget. Dari luasnya jangkauan pasar mereka, Broadcom lebih fokus ke teknologi nirkabel.
Perlahan tapi pasti, warga AS ini sukses mengembangkan Broadcom. Per Mei tahun ini, Forbes menaksir kekayaan Samueli mencapai US$ 2 miliar dan berada di peringkat ke-933 orang terkaya dunia. Selain sebagai salah satu pendiri, Samueli kini menduduki jabatan Chief Technology Officer dan Chairman Broadcom.
Namun, cerita Samueli bersama Broadcom tak selalu berjalan mulus. Pada Mei 2008, Samueli harus mengundurkan dari perusahaan yang dia besarkan akibat terlilit kasus backdating stock options, yang diajukan Komisi Pengawas Pasar Modal Amerika Serikat. Dia dituduh memberikan keterangan palsu saat penyelidikan kasus tersebut. Pada September 2008, Hakim Pengadilan Distrik AS Cormac Carney yang sesama alumnus UCLA menolak pembelaan Samueli untuk menerima masa percobaan.
Namun pada Desember 2009, Carney menghentikan kasus terhadap Samueli dari tuduhan pidana berbohong kepada penyidik. Tak lama berselang Samueli lolos dari hukuman dan kembali menjabat di Broadcom. Sejauh ini Samueli membawa Broadcom menikmati pertumbuhan penjualan yang cukup tinggi. Pada tahun 2001, pendapatan Broadcom mencapai US$ 962 juta dan menanjak hingga US$ 8,3 miliar pada akhir 2013. (Bersambung)