Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - DW. Theresa May menderita kekalahan fatal di parlemen Inggris hari Selasa malam (15/1). Proposal perjanjian Brexit yang diajukannya ditolak parlemen dengan 432 suara tidak setuju dan hanya 202 suara setuju. Artinya, lebih 100 anggota parlemen dari partainya sendiri menolak perjanjian itu. Inilah kekalahan pemerintahan yang terbesar dalam sejaran Inggris sejak hampir 100 tahun.
Usai menerima kekalahan dalam pemungutan suara itu, Theresa May menegaskan dia tidak akan mengundurkan diri. Pimpinan oposisi dari Partai Buruh Jeremy Corbyn langsung menanggapi dengan menuntut mosi kepercayaan di parlemen, yang segera akan diajukan hari Rabu ini (16/1).
Theresa May Rabu pagi akan mengadakan rapat kabinet untuk membahas agenda selanjutnya. Parlemen memberinya waktu tiga hari untuk mengumumkan rencana apa yang akan dilakukan pemerintahannya sekarang, setelah proposal perjanjian Brexit ditolak.
Rapat kabinet sekaligus akan menentukan masa depan PM Inggris itu. Jika mayoritas anggota kabinet meminta Theresa May mundur, kemungkinan besar tidak memiliki dukungan lagi untuk bertahan pada sesi mosi kepercayaan yang direncanakan Rabu siang ini.
Namun Partai Persatuan Demokratik Irlandia Utara DUP, yang selama ini mendukung pemerintahan minoritas Theresa May, mengatakan akan tetap mendukungnya untuk mencegah pemerintahan diambil alih oleh Partai Buruh. Itu berarti, Theresa May masih bisa memenangkan mosi kepercayaan.
Reaksi Uni Eropa
Setelah penolakan perjanjian Brexit di parlemen Inggris, Uni Eropa segera memperingatkan bahwa risiko proses Brexit tanpa kesepakatan (No Deal Brexit) kini makin nyata.
Ketua Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mendesak London untuk segera "mengklarifikasi apa keinginannya." Dia memperingatkan: "Waktu sudah hampir habis." Jika tidak ada kesepakatan lain, Inggris akan resmi keluar dari Uni Eropa 29 Maret mendatang. Itu berarti, semua perjanjian yang berlaku di wilayah Uni Eropa mulai saat itu tidak berlaku lagi bagi Inggris.
Presiden Dewan Eropa Donald Tusk lewat Twitter menulis: "Jika kesepakatan tidak mungkin, dan tidak ada yang mau ada kesepakatan, maka siapa yang akhirnya memiliki keberanian untuk mengatakan solusinya?"
Presiden Perancis Emmanuel Macron menyatakan "tekanan kini terutama ada pada Inggris untuk menemukan solusi". Yang pertama-tama akan mengalami kerugian dalam No-Deal-Brexit adalah warga Inggris sendiri, kata Macron.
Tidak ada negosiasi ulang
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas sebelum pemungutan suara di parlemen Inggris sudah menegaskan, tidak akan ada perubahan mendasar pada perjanjian Brexit yang sudah disetujui seluruh anggota Uni Eropa. Tetapi Menteri Ekonomi Jerman Peter Altmeier mengatakan, "tidak seorangpun yang ingin kekacauan dan situasi tidak tentu". Altmeier selanjutnya mengatakan, Inggris sebaiknya diberi kesempatan untuk "menjelaskan apa yang dikehendakinya" sekarang.
Pengamat politik kini berspekulasi, Uni Eropa mungkin akan menyetujui penundaan tanggal Brexit selama beberapa minggu, untuk memberi waktu kepada Theresa May mencari solusi. Sementara itu, makin banyak anggota parlemen Inggris yang pro Eropa menuntut dilaksankan referendum kedua, yang selama ini ditolak Theresa May.
Kalangan bisnis Inggris mendesak para politisi agar bersatu untuk mencapai solusi. "Stabilitas keuangan tidak boleh dipertaruhkan dalam permainan poker politik berisiko tinggi ini," kata Catherine McGuinness dari City of London Corporation, otoritas yang mengatur kawasan keuangan di London.