Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ratusan barista baru yang tergabung dalam Serikat Pekerja Starbucks (SBUX.O) melakukan mogok kerja di 34 kota Amerika Serikat, bergabung dengan aksi mogok yang telah meningkat sejak dimulai bulan lalu.
Menurut pernyataan serikat pada Kamis (11 Desember 2025), aksi mogok yang awalnya berlangsung pada Red Cup Day Starbucks, 13 November, di 65 toko di lebih dari 40 kota, kini telah meluas ke lebih dari 180 toko di 130 kota.
Serikat pekerja menilai aksi ini berpotensi menjadi mogok kerja terbesar dalam sejarah Starbucks.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Starbucks belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan komentar Reuters.
Tuntutan Barista: Kontrak Adil, Upah Layak, Jam Kerja Terjamin
Zarian Pouncy, barista berpengalaman 12 tahun dari Las Vegas yang ikut mogok pada Kamis, menegaskan tuntutan pekerja.
“Kami menuntut Starbucks mengakhiri praktik anti-serikat yang ilegal, serta memberikan kontrak kerja yang adil, upah yang layak, jam kerja yang dapat diandalkan, dan perlindungan di tempat kerja,” ujarnya.
Baca Juga: Disney Investasi US$1 Miliar di OpenAI dan Berikan Lisensi Karakter untuk AI Sora
“Sampai saat itu tercapai, pesan dari barista dan sekutu kami di seluruh AS dan dunia jelas: No Contract, No Coffee!,” tambahnya.
Starbucks Pernah Bayar Puluhan Juta Dolar Atas Pelanggaran Jadwal Kerja
Kasus mogok kerja ini terjadi setelah Starbucks sebelumnya menghadapi tuntutan hukum di New York City terkait pelanggaran jadwal kerja yang stabil dan dapat diprediksi untuk pekerja makanan cepat saji.
Menurut kantor Wali Kota Eric Adams, Starbucks sepakat membayar US$38,9 juta untuk menyelesaikan klaim tersebut.
Dari jumlah itu, US$35,5 juta akan dibayarkan kepada lebih dari 15.000 pekerja, sedangkan US$3,4 juta dialokasikan untuk denda dan biaya, sesuai dengan perjanjian penyelesaian yang diumumkan pada 26 November 2025.













