Sumber: The Straits Times | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Dua entitas Bank Dunia tercatat telah mengucurkan bantuan finansial senilai US$75 miliar atau setara dengan Rp 1.170 triliun pada tahun 2022. Jumlah itu merupakan rekor tahunan baru yang dimiliki Bank Dunia.
Dilansir dari The Straits Times, sebagian besar bantuan mengalir ke negara-negara berkembang yang menghadapi krisis akibat perubahan iklim hingga perang di Ukraina.
"Bantuan itu datang ketika negara-negara yang bangkit dari pandemi Covid-19 dilanda dampak perang di Ukraina dan melonjaknya inflasi, sementara perubahan iklim membawa kehancuran lebih lanjut," kata Presiden Bank Dunia, David Malpass, dalam sebuah pernyataan tertulis.
Malpass menambahkan bahwa total bantuan yang dikucurkan Bank Dunia tahun lalu 35% lebih tinggi dari rata-rata bantuan mereka empat tahun terakhir.
Baca Juga: Rusia Akan Menghentikan Ekspor Minyak ke Eropa dan Negara G7
Rekor tersebut datang dari Bank Internasional untuk Rekonstruksi dan Pembangunan (IBRD) serta Asosiasi Pembangunan Internasional (IDA) yang bergerak di bawah Bank Dunia.
Bantuan besar itu juga merupakan bagian dari paket tanggap krisis global yang melibatkan pembiayaan hingga US$170 miliar selama 15 bulan.
"Program ini membantu mengatasi masalah, mulai dari kerawanan pangan hingga memulihkan pertumbuhan," lanjut Malpass dalam suratnya kepada para gubernur bank sentral.
Secara khusus, tahun Bank Dunia mengirimkan US$31,7 miliar lewat program iklim dan US$18 miliar ke Ukraina sejak awal perang.
Baca Juga: Prediksi Buruk IMF di 2023: Sepertiga Ekonomi Global Bakal Alami Resesi
Bank Dunia memang telah aktif mendanai layanan penting pemerintah Ukraina sembari mempersiapkan serangkaian operasi baru untuk mengatasi kebutuhan mendesak dan perbaikan di sektor-sektor utama seperti kesehatan dan energi.
Di tahun 2023, Malpass melihat dunia akan mendapat tantangan yang sama sulitnya. Ia menyarankan setiap negara untuk mengurangi beban utang hingga mendorong investasi yang berujung pada pembukaan lapangan kerja.
"Melihat ke tahun 2023, dunia menghadapi tantangan yang sama menakutkannya. Sangat penting untuk mengurangi beban utang yang tidak berkelanjutan, mempromosikan transparansi utang, dan mendorong investasi untuk meningkatkan lapangan kerja, produktivitas, dan produksi," pungkasnya.