Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Setelah ditunda selama beberapa hari, Dewan Keamanan PBB pada hari Jumat (22/12) lalu akhirnya mengeluarkan resolusi tentang bantuan lebih banyak untuk Gaza. Sayangnya, resolusi itu dianggap tidak berarti dan tidak cukup efektif.
Resolusi tersebut hanya menyerukan langkah-langkah untuk menciptakan kondisi bagi penghentian permusuhan yang berkelanjutan. Dalam pemungutan suara, 13 negara mendukung dan tidak ada satu pun negara yang menolak, namun AS dan Rusia memilih abstain.
Resolusi tersebut juga menuntut semua pihak untuk memfasilitasi dan memungkinkan penyaluran bantuan kemanusiaan dalam skala besar secara cepat, aman dan tanpa hambatan kepada warga sipil Palestina.
Baca Juga: Pesan PBB untuk Israel: Hentikan Pembunuhan di Tepi Barat
Gencatan Senjata Harus Diutamakan
Pada dasarnya para pejabat tinggi PBB dan lembaga bantuan internasional menyambut baik resolusi tersebut, namun mereka mengatakan resolusi tersebut tidak cukup efektif.
Saat ini sebagian besar penduduk di Gaza, yang totalnya mencapai 2,3 juta jiwa, terpaksa mengungsi. Mereka berada di bawah ancaman kelaparan dan penyebaran penyakit yang akan segera terjadi.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyambut baik resolusi tersebut tetapi dirinya juga berharap agar gencatan senjata tetap diutamakan dalam situasi seperti ini.
"Saya berharap resolusi Dewan Keamanan PBB hari ini dapat membantu meningkatkan penyaluran bantuan yang sangat dibutuhkan, namun gencatan senjata kemanusiaan adalah satu-satunya cara untuk mulai memenuhi kebutuhan mendesak masyarakat di Gaza dan mengakhiri mimpi buruk mereka yang terus berlanjut," tulis Guterres dalam cuitannya di media sosial X.
Sejalan dengan itu, Ketua Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyambut baik resolusi tersebut sambil menegaskan kembali perlunya gencatan senjata segera.
Baca Juga: WHO: Penduduk Gaza dalam Bahaya Besar dan Ancaman Kelaparan Akut
Serangan di Malam Natal
Serangan Israel yang dimulai beberapa jam sebelum tengah malam terus berlanjut hingga Hari Natal pada hari Senin (25/12). Media lokal Palestina mengatakan, Israel meningkatkan serangan udara dan darat terhadap al-Bureij di Gaza tengah.
Mengutip Reuters, setidaknya 70 orang tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan Maghazi di Gaza tengah. Juru bicara Kementerian Kesehatan Ashraf Al-Qidra, menambahkan bahwa banyak di antara mereka adalah perempuan dan anak-anak.
Para pendeta membatalkan perayaan di Betlehem, kota Tepi Barat Palestina yang diduduki Israel di mana menurut tradisi Yesus dilahirkan di sebuah kandang 2.000 tahun yang lalu.
Paus Francis turut menyesalkan serangan di malam Natal tersebut, yang dianggap jadi salah satu malam paling mematikan di Jalur Gaza dalam pertempuran Israel dengan Hamas yang telah berlangsung selama 11 minggu.
"Malam ini, hati kita berada di Betlehem, di mana Pangeran Perdamaian sekali lagi ditolak oleh logika perang yang sia-sia, oleh bentrokan senjata yang bahkan hingga saat ini menghalanginya untuk menemukan ruang di dunia," kata Paus Fransiskus saat memimpin Misa Malam Natal di Basilika Santo Petrus di Roma.