Sumber: AP | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Para pemimpin negara yang meratifikasi konvensi 1997 tentang larangan produksi dan penggunaan ranjau darat, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas laporan yang menyebutkan Rusia menggunakan ranjau darat dalam perang di Ukraina.
Alicia Arango Olmos, Duta Besar Kolombia untuk PBB, yang mewakili kelompok negara itu, pada Senin (4/4) mendesak agar Rusia menghentikan penggunaan ranjau darat di Ukraina yang sering menewaskan warga sipil.
Dilansir dari Associated Press, Olmos melihat laporan Human Rights Watch yang mengatakan pada 29 Maret lalu, teknisi penjinak bom Ukraina menemukan ranjau anti-personel yang dilarang penggunaannya di wilayah Kharkiv.
Baca Juga: Ukraina Selidiki Bukti Kejahatan Perang Rusia di Kota Bucha
Dalam laporan tersebut, Human Rights Watch menyebutkan, Rusia diketahui memang memiliki jenis ranjau yang ditemukan, sementara Ukraina tidak memilikinya.
Melalui konferensi pers Senin, Olmos mengatakan, Ukraina adalah salah satu dari 164 negara pihak pada konvensi tersebut, sementara Rusia tidak.
Bertepatan dengan International Day for Mine Awareness and Assistance in Mine Action, Olmos menegaskan, ranjau hanya menyebabkan korban dan tidak menyelesaikan masalah apa pun.
"Jadi tolong, Rusia, tolong berhenti menggunakannya (ranjau), karena banyak orang yang menjadi korban ranjau darat tidak ada hubungannya dengan apa yang terjadi antara Ukraina dan Rusia," kata Olmos.
Baca Juga: Rusia Diprediksi Akan Mengubah Taktik dan Menumpuk Ribuan Pasukan di Timur Ukraina
Sementara utusan Yordania Pangeran Mired mengatakan,sekitar 80% negara di dunia telah meratifikasi konvensi tersebut. Saat ini, Mired sedang berupaya membuat konvensi ranjau darat menjadi universal.
Mired menyebutkan, masih ada 33 negara yang belum bergabung. Beberapa di antaranya diduga secara kolektif menyimpan puluhan juta ranjau anti-personel di gudang militer. Jutaan di antaranya bahkan diduga sudah terkubur di dalam tanah.
"Beberapa negara yang belum meratifikasi memiliki kekuatan untuk secara signifikan mengubah arus dan menghilangkan senjata yang menghebohkan ini, seperti China, India, Pakistan, Rusia, dan Amerika Serikat," kata Mired.
Meski tidak akan mudah, Mired menyatakan, perlu ada upaya terkoordinasi dan terpadu di tingkat tertinggi untuk mencapai aksesi lebih lanjut agar larangan penggunaan ranjau bisa disetujui semua negara.