Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - LOS ANGELES. Saham FedEx turun lebih dari 5% dalam perdagangan setelah jam pada Selasa (24/6). Setelah perusahaan logistik raksasa ini memberikan proyeksi laba kuartal berjalan yang berada di bawah ekspektasi pasar, di tengah permintaan global yang masih bergejolak dan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS.
FedEx dan rivalnya United Parcel Service (UPS) dikenal sebagai indikator awal kondisi ekonomi global karena keduanya melayani berbagai sektor industri di seluruh dunia dan dapat mendeteksi tren bisnis sejak dini.
Baca Juga: Empat Dekade di Indonesia, FedEx Kian Gencar Dukung UMKM Tembus Pasar Global
Tarif impor yang berubah-ubah dari Presiden AS Donald Trump terhadap China, serta negosiasi dagang yang belum selesai dengan berbagai mitra dagang lainnya, telah memaksa banyak pelaku usaha menunda perencanaan bisnis hingga ada kejelasan terkait biaya produk.
“Lingkungan permintaan global tetap bergejolak,” ujar CEO FedEx Raj Subramaniam dalam sesi pemaparan kinerja.
FedEx menolak memberikan proyeksi laba dan pendapatan untuk setahun penuh, dengan alasan ketidakpastian kebijakan perdagangan AS, khususnya terhadap China, negara eksportir terbesar di dunia.
FedEx juga diketahui lebih terekspos terhadap perdagangan China dibandingkan UPS, yang sahamnya hanya turun kurang dari 1%.
AS sebelumnya mengenakan tarif 145% atas produk China pada April, sebelum diturunkan menjadi 30% pada Mei.
Baca Juga: FedEx Tingkatkan Pengiriman Bagi Bisnis Lokal Indonesia ke Anchorage AS
Eksekutif FedEx menyebutkan bahwa kebijakan tarif Trump masih akan menekan arus barang dari China ke AS melalui udara.
Dampak terbesar datang dari keputusan pemerintahan Trump yang menghapus status bebas bea untuk pengiriman langsung ke konsumen dari pengecer China seperti Temu dan Shein, kata Chief Customer Officer FedEx, Brie Carere.
Akibatnya, FedEx memproyeksikan laba kuartal pertama fiskal sebesar US$3,40 hingga US$4 per saham, di bawah estimasi analis yang memperkirakan US$4,06 per saham menurut data LSEG.
Proyeksi tersebut menutupi kinerja kuartal keempat fiskal yang berakhir pada 31 Mei, yang sejatinya melampaui ekspektasi analis.
FedEx mencatat laba disesuaikan sebesar US$1,46 miliar atau US$6,07 per saham, naik dari US$1,34 miliar atau US$5,41 per saham pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Baca Juga: FedEx Perkenalkan Collaborative Shipping Tool untuk Meningkatkan Proses Impor
Pendapatan meningkat tipis menjadi US$22,2 miliar dari US$22,1 miliar. Analis sebelumnya memperkirakan laba sebesar US$5,81 per saham dengan pendapatan US$21,8 miliar.
FedEx dan UPS terus bersaing memperebutkan pangsa pasar, di tengah lesunya permintaan dari sektor manufaktur dan pelanggan industri lainnya.
Laba dari layanan pengiriman juga tertekan karena banyak pelanggan beralih dari layanan udara cepat yang mahal ke pengiriman darat yang lebih lambat dan murah via truk atau kereta.
Kedua perusahaan sempat mengandalkan volume pengiriman dari Temu, Shein, dan pengecer lain yang mengirim langsung dari pabrik di China untuk menutup penurunan volume B2B, namun arus tersebut berhenti sejak musim semi ini.
Setelah upaya awal yang gagal di awal tahun, pemerintahan Trump pada Mei akhirnya resmi mengakhiri perlakuan bebas bea untuk pengiriman langsung bernilai di bawah $800 dari China, menghentikan jutaan paket yang masuk ke AS via udara.
Secara terpisah, FedEx juga mengumumkan rencana untuk memisahkan (spin off) unit bisnis truknya pada Juni 2026.