Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - KUALA LUMPUR. Sebuah kapal survei Cina yang selama sebulan membuntuti kapal eksplorasi minyak Malaysia di Laut China Selatan meninggalkan zona ekonomi eksklusif (ZEE) Malaysia.
Sejak pertengahan April lalu, Haiyang Dizhi 8 melakukan survei di ZEE Malaysia, dekat dengan tempat pengeboran perusahaan minyak pelat merah negeri jiran, Petronas. Malaysia, Vietnam, dan China sama-sama mengklaim perairan.
Sementara West Capella, kapal yang Petronas kontrak, meninggalkan perairan yang disengketakan tersebut pada Selasa (12/5) lalu, setelah menyelesaikan pekerjaan yang mereka rencanakan.
Baca Juga: China-Malaysia terlibat sengketa, dua kapal perang AS berjaga di Laut China Selatan
Melansir Reuters, pada Jumat (15/5), Haiyang Dizhi 8 pindah dari ZEE Malaysia menuju Utara ke China dengan kawalan setidaknya dua kapal Tiongkok, menurut data dari situs pelacakan kapal Marine Traffic.
Data dari bulan lalu menunjukkan, kapal tersebut telah bergerak di perairan Malaysia dalam pola berbentuk hash yang konsisten dengan melakukan survei, seperti saat terjadi ketegangan dengan kapal-kapal Vietnam tahun lalu.
Kementerian Luar Negeri Malaysia tidak menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Sebelumnya, mereka telah menyerukan sengketa Laut China Selatan diselesaikan dengan cara damai.
Baca Juga: Kapal China dekati kapal Petronas Malaysia di Laut China Selatan, apa yang terjadi?
Tapi, China membantah laporan tentang kapal surveinya yang membuntuti kapal eksplorasi Malaysia, dengan mengatakan, Haiyang Dizhi 8 sedang melakukan kegiatan normal.
Insiden itu telah mendorong Amerika Serikat (AS) untuk meminta China menghentikan "perilaku intimidasi" di perairan yang disengketakan.
Kapal perang AS dan Australia telah melakukan latihan bersama di Laut China Selatan dekat dengan kapal West Capella dalam beberapa pekan terakhir, tak lama setelah Haiyang Dizhi 8 tiba.
Baca Juga: China dirikan dua distrik baru di Laut China Selatan, potensi konflik kian terbuka?
Inisiatif Transparansi Maritim Asia (AMTI) yang bermarkas di Washington menyatakan, konflik China-Malaysia telah berlangsung berbulan-bulan.
Cina mengklaim hampir semua Laut China Selatan yang kaya energi juga merupakan jalur perdagangan utama. Filipina, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Taiwan memiliki klaim yang tumpang tindih.
AS juga menuduh China mengambil keuntungan dari pandemi virus corona untuk meningkatkan kehadirannya di Laut China Selatan. Juru bicara Kementerian Luar Negeri China bulan lalu menuduh pejabat AS mencoreng Beijing.