kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah Negara Akan Gelar Pemilu, Hadirkan Dinamika Politik yang Menarik


Minggu, 14 Mei 2023 / 16:17 WIB
Sejumlah Negara Akan Gelar Pemilu, Hadirkan Dinamika Politik yang Menarik
ILUSTRASI. Suasan pemilu Tukri pada tahun 2018. REUTERS/Stoyan Nenov TPX IMAGES OF THE DAY


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - ISTANBUL. Sejumlah negara menggelar Pemilu. Misalnya Turki yang akan menggelar pemilihan umum pada Minggu (15/5) sekaligus yang paling penting dalam 100 tahun sejarah Turki modern. Pemilu tersebut dapat menggulingkan Presiden Tayyip Erdogan setelah 20 tahun berkuasa dan menghentikan pemerintahannya yang makin otoriter.

Melansir Reuters, pemungutan suara itu tidak hanya menentukan sosok yang akan memimpin Turki, tetapi dunia juga akan melihat arah ekonomi Turki di tengah-tengah krisis biaya hidup hingga bentuk kebijakan luar negeri yang telah berubah-ubah secara tidak terduga.

Jajak pendapat menunjukkan penantang utama Erdogan, Kemal Kilicdaroglu, yang mengepalai aliansi enam partai oposisi unggul tipis. Namun, jika salah satu dari mereka gagal meraih lebih dari 50% suara, akan ada pemilu lanjutan pada 28 Mei 2023.

Pemilu kali ini berlangsung tiga bulan setelah gempa bumi di Turki bagian tenggara yang menewaskan lebih dari 50.000 orang. Banyak orang di provinsi-provinsi yang terkena dampak telah mengungkapkan kemarahan mereka atas lambatnya respons awal dari pemerintah. Ada kemungkinan permasalahan itu telah mengubah pemikiran orang untuk memberikan suara mereka kepada Erdogan.

Baca Juga: Oppo Tutup Unit Bisnis Chip-nya di Tiongkok, Ada Apa?

Hal itu kemungkinan akan membuat para pemilih memilih parlemen baru, yang kemungkinan besar akan bersaing ketat antara Aliansi Rakyat yang terdiri dari Partai AK (AKP) yang berakar pada Islam konservatif Erdogan dan Partai MHP yang berakar pada nasionalis serta partai-partai lainnya, dan Aliansi Bangsa pimpinan Kilicdaroglu yang terdiri dari enam partai oposisi, termasuk Partai Rakyat Republik (CHP) yang beraliran sekuler dibentuk oleh pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Sementara itu, para pemilih Kurdi yang menyumbang 15-20% dari jumlah pemilih akan memainkan peran penting dalam pemilu kali ini. 

Partai Demokratik Rakyat Kurdi (HDP) yang pro-Kurdi bukan bagian dari aliansi oposisi utama, tetapi sangat menentang Erdogan setelah tindakan keras terhadap para anggotanya dalam beberapa tahun terakhir. HDP sendiri telah mendeklarasikan dukungannya untuk Kilicdaroglu dalam pemilihan presiden. 

Selain Turki, Thailand juga akan mengadakan pemilihan umum pada Minggu (15/5). Pemilu kali ini diyakini akan menghidupkan kembali gairah generasi pemilih muda yang bersemangat oleh kerinduan akan perubahan. Topik-topik yang sebelumnya tabu, seperti cengkeraman militer Thailand hingga reformasi kerajaan diyakini akan terangkat pada pemilu kali ini.

Jajak pendapat pada Sabtu (14/5), merupakan yang pertama sejak protes massa pro-demokrasi yang dipimpin oleh generasi muda pada 2020 dan menjadi yang kedua sejak kudeta militer pada 2014 sehingga menggulingkan pemerintah terpilih. Inti dari pemilu tahun ini, yaitu pertarungan yang dipimpin oleh generasi muda yang menginginkan versi Thailand yang lebih baik.

Dua partai, yaitu Pheu Thai yang populis dan Move Forward yang progresif, memimpin perolehan vote dalam jajak pendapat. Adapun misi kedua partai tersebut menyingkirkan militer dari dunia politik.

Pihak oposisi Pheu Thai menargetkan kemenangan telak. Paetongtarn Shinawatra, 36 tahun, adalah salah satu dari tiga kandidat perdana menteri dari partai tersebut dan anggota terbaru dari dinasti politik yang kontroversial. Dia pun menyatakan diri untuk bertarung dalam pemilu kali ini.

Baca Juga: Menteri Keuangan G7 Sepakat Sistem Keuangan Global Tangguh, Tapi Tetap Perlu Waspada

Ayah Paetongtarn Shinawatra, Thaksin, seorang mantan polisi yang menjadi miliarder telekomunikasi, maupun bibinya, Yingluck, pernah menjalankan pemerintahan yang digulingkan dalam kudeta militer. Keduanya juga tinggal di pengasingan berawal dari pengadilan Thailand yang menjatuhkan hukuman penjara atas tuduhan korupsi.

Partai-partai yang mendukung Thaksin telah memenangkan setiap pemilihan umum sejak 2001. Partai pendukung Thaksin sangat populer di kalangan kelas pekerja pedesaan dan perkotaan Thailand.

Namun, partai Move Forward yang kali ini digambarkan oleh para analis sebagai pengubah permainan. Partai itu berkompetisi untuk pertama kalinya yang membawa agenda reformasi nasional radikal yang mengancam untuk mengguncang pendirian konservatif Thailand.

Partai tersebut menjanjikan reformasi struktural yang mendalam tentang pemerintahan Thailand, seperti perubahan pada militer, ekonomi, desentralisasi kekuasaan, dan reformasi pada monarki yang sebelumnya tidak tersentuh.

Seorang ilmuwan politik dari Universitas Chulalongkorn, Thitinan Pongsudhirak, berpendapat hal itu mengguncang Thailand karena monarki merupakan topik yang tabu.

"Itu alasannya pemilihan kali ini tidak seperti yang lain. Pemilu ini adalah yang paling penting dalam pemilu Thailand. Sebab, pemilu ini menggerakkan agenda dan perbatasan ke tahap berikutnya, yakni ke inti masalah Thailand," ucap dia.

Di sisi lain, dua jajak pendapat terpisah yang dikeluarkan pada minggu lalu menempatkan pemimpin Move Forward, Pita Limjaroenrat, yang berusia 42 tahun sebagai favorit untuk menjadi perdana menteri. Hasil itu menunjukkan bahwa platform reformasi partai tersebut tidak hanya menarik bagi kaum muda Thailand, tetapi juga masyarakat yang lebih luas. 

Ilmuwan politik Thitinan menganggap kebijakan atau arah pandangan Pheu Thai dan Move Forward merupakan serangan frontal terhadap kelompok konservatif yang kuat di Thailand.

Di bawah konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta terakhir, Senat yang terdiri dari 250 kursi ditunjuk oleh junta dapat memengaruhi siapa saja yang akan menjadi perdana menteri berikutnya.

Suatu partai membutuhkan mayoritas dari gabungan parlemen sebanyak 750 kursi untuk memilih perdana menteri. Dengan Senat yang cenderung memilih kandidat pro-militer, hal itu membuat partai-partai oposisi membutuhkan hampir tiga kali lebih banyak suara di majelis rendah untuk dapat memilih pemimpin berikutnya.

Meski partai-partai pro-demokrasi memimpin jajak pendapat, para ahli memperingatkan agar tidak meremehkan Perdana Menteri yang sedang menjabat dan mantan pemimpin kudeta Prayut Chan-o-cha.

Dia telah memerintah Thailand sejak merebut kekuasaan dari mantan Perdana Menteri Yingluck pada 2014. Konstitusi yang dirancang oleh militer memastikan koalisi partainya mendapatkan cukup kursi untuk memilihnya sebagai perdana menteri pada 2019, meski Pheu Thai adalah partai terbesar.

"Jumlahnya tidak banyak, tetapi dia akan memanfaatkan Senat untuk menjadi Perdana Menteri terlebih dahulu," kata ilmuwan politik Thitinan. 

"Begitu dia mendapat dukungan dari Senat, dia dapat meyakinkan anggota parlemen lainnya untuk bergabung dengan kubunya dan memerintah dengan minoritas di majelis rendah," tambah dia.

Diyakini siapa pun yang memenangkan pemilu pada Minggu, generasi muda yang makin sadar politik dan bertekad kuat akan membuat gerakan progresif tidak akan pergi ke mana-mana.

"Tidak perlu waktu lama untuk melihat perubahan yang sesungguhnya. Perubahan sudah ada di sini, anak-anak dalam waktu dekat akan dapat memberikan suara mereka. Mereka adalah faktor penentu masyarakat Thailand, " kata Chonthicha dari Move Forward. 



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×