Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tendi Mahadi
Partai tersebut menjanjikan reformasi struktural yang mendalam tentang pemerintahan Thailand, seperti perubahan pada militer, ekonomi, desentralisasi kekuasaan, dan reformasi pada monarki yang sebelumnya tidak tersentuh.
Seorang ilmuwan politik dari Universitas Chulalongkorn, Thitinan Pongsudhirak, berpendapat hal itu mengguncang Thailand karena monarki merupakan topik yang tabu.
"Itu alasannya pemilihan kali ini tidak seperti yang lain. Pemilu ini adalah yang paling penting dalam pemilu Thailand. Sebab, pemilu ini menggerakkan agenda dan perbatasan ke tahap berikutnya, yakni ke inti masalah Thailand," ucap dia.
Di sisi lain, dua jajak pendapat terpisah yang dikeluarkan pada minggu lalu menempatkan pemimpin Move Forward, Pita Limjaroenrat, yang berusia 42 tahun sebagai favorit untuk menjadi perdana menteri. Hasil itu menunjukkan bahwa platform reformasi partai tersebut tidak hanya menarik bagi kaum muda Thailand, tetapi juga masyarakat yang lebih luas.
Ilmuwan politik Thitinan menganggap kebijakan atau arah pandangan Pheu Thai dan Move Forward merupakan serangan frontal terhadap kelompok konservatif yang kuat di Thailand.
Di bawah konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta terakhir, Senat yang terdiri dari 250 kursi ditunjuk oleh junta dapat memengaruhi siapa saja yang akan menjadi perdana menteri berikutnya.
Suatu partai membutuhkan mayoritas dari gabungan parlemen sebanyak 750 kursi untuk memilih perdana menteri. Dengan Senat yang cenderung memilih kandidat pro-militer, hal itu membuat partai-partai oposisi membutuhkan hampir tiga kali lebih banyak suara di majelis rendah untuk dapat memilih pemimpin berikutnya.
Meski partai-partai pro-demokrasi memimpin jajak pendapat, para ahli memperingatkan agar tidak meremehkan Perdana Menteri yang sedang menjabat dan mantan pemimpin kudeta Prayut Chan-o-cha.
Dia telah memerintah Thailand sejak merebut kekuasaan dari mantan Perdana Menteri Yingluck pada 2014. Konstitusi yang dirancang oleh militer memastikan koalisi partainya mendapatkan cukup kursi untuk memilihnya sebagai perdana menteri pada 2019, meski Pheu Thai adalah partai terbesar.
"Jumlahnya tidak banyak, tetapi dia akan memanfaatkan Senat untuk menjadi Perdana Menteri terlebih dahulu," kata ilmuwan politik Thitinan.
"Begitu dia mendapat dukungan dari Senat, dia dapat meyakinkan anggota parlemen lainnya untuk bergabung dengan kubunya dan memerintah dengan minoritas di majelis rendah," tambah dia.
Diyakini siapa pun yang memenangkan pemilu pada Minggu, generasi muda yang makin sadar politik dan bertekad kuat akan membuat gerakan progresif tidak akan pergi ke mana-mana.
"Tidak perlu waktu lama untuk melihat perubahan yang sesungguhnya. Perubahan sudah ada di sini, anak-anak dalam waktu dekat akan dapat memberikan suara mereka. Mereka adalah faktor penentu masyarakat Thailand, " kata Chonthicha dari Move Forward.