kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sejumlah negara menunda vaksin Covid-19 dosis kedua, apa alasannya?


Rabu, 19 Mei 2021 / 08:44 WIB
Sejumlah negara menunda vaksin Covid-19 dosis kedua, apa alasannya?
ILUSTRASI. Sejumlah negara di seluruh dunia telah memilih untuk menunda pemberian dosis kedua vaksin Covid-19. Jeenah Moon/Pool via REUTERS


Sumber: The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Sejumlah negara di seluruh dunia telah memilih untuk menunda pemberian dosis kedua vaksin Covid-19. Alasannya, mereka ingin menawarkan perlindungan kepada lebih banyak orang sedini mungkin.

Melansir The Straits Times, memperpanjang interval atau jangka waktu yang lebih lama dari suntikan dosis pertama memang belum diuji dalam uji klinis. Akan tetapi, beberapa ilmuwan mengatakan langkah untuk menunda itu masuk akal, mengingat munculnya beberapa varian virus corona yang sangat mudah menular.

Rekomendasi untuk suntikan dosis kedua cukup bervariasi, mulai dari 21 hari dan hingga 12 minggu.

"Anda akan menyelamatkan jauh, jauh lebih banyak nyawa dengan memberikan dosis vaksin ekstra itu kepada orang-orang yang belum menerima suntikan pertama, membuat mereka terlindungi dari nol hingga 85%, daripada menggunakan kapasitas yang sama (untuk) memberikan suntikan kedua kepada orang-orang dan meningkatkannya dari 85 menjadi 95 (persen kemanjuran)," papar Dr Robert Wachter, dari Departemen Kedokteran Universitas California, mengatakan kepada majalah dua mingguan Science News.

Baca Juga: Pemerintah optimistis dapat lakukan vaksinasi 1 juta dosis per hari

Pada bulan Januari, Inggris termasuk yang pertama melakukan apa yang kemudian dianggap sebagai langkah yang tidak biasa untuk menunda dosis kedua vaksin hingga 12 minggu untuk memprioritaskan suntikan pertama kepada sebanyak mungkin orang. 

Negara ini membagikan tiga jenis vaksin - Pfizer, Moderna dan AstraZeneca yang diproduksi di dalam negeri.

Langkah tersebut mengikuti lonjakan kasus pada Desember tahun lalu dan pada Januari tahun ini, yang sebagian besar didorong oleh varian B117.

Baca Juga: Dukung pemulihan ekonomi, Unilever siap vaksinasi 10.000 karyawan dan keluarganya

"Kebijakan itu mengakibatkan Inggris menjadi salah satu negara dengan tingkat serapan vaksin tertinggi di dunia", kata Menteri Vaksin Inggris Nadhim Zahawi.

Data yang dihimpun The Straits Times menunjukkan, hampir 36 juta orang telah mendapatkan dosis pertama mereka di Inggris, dan 20 juta di antara mereka telah mendapatkan dosis kedua.

Kondisi ini telah memungkinkan Inggris untuk melonggarkan pembatasannya mulai Senin (17/5/2021), dengan mengizinkan kembali makan dalam ruangan di pub, kafe dan restoran. Sementara bioskop, museum dan tempat olahraga dibuka kembali untuk pertama kalinya dalam beberapa bulan.

Mengikuti jejak Inggris, Denmark pada bulan April menyetujui penundaan hingga enam minggu antara suntikan pertama dan kedua dari vaksin Pfizer dan Moderna.

Menurut Otoritas Kesehatan Denmark, meningkatkan jarak antara dosis berarti lebih banyak orang akan menerima dosis pertama mereka lebih cepat, memberikan kekebalan yang lebih luas pada populasi Denmark.

Namun, dia juga memperingatkan bahwa interval asli tiga sampai empat minggu harus diikuti bila memungkinkan.

Baca Juga: Penelitian baru, dua vaksin Covid-19 ini efektif lawan virus corona dari India

Negara tetangga, Norwegia, juga menyusul dengan memperpanjang interval antara dosis pertama dan kedua dari vaksin Pfizer dan Moderna dari enam minggu menjadi 12 minggu untuk orang dewasa di bawah 65 tahun.

Institut Kesehatan Masyarakat dan kementerian kesehatan Norwegia mengatakan keputusan itu akan memungkinkan semua orang dewasa menerima suntikan pertama mereka pada 25 Juli, naik dari perkiraan sebelumnya pada 29 Agustus.

Baca Juga: Sinar Mas memulai vaksinasi gotong royong sebagai upaya penanganan pandemi Covid-19

"Meningkatkan interval akan memungkinkan lebih banyak lagi untuk divaksinasi lebih awal. Ini akan mencegah penyakit serius dan kematian, dan mengurangi tingkat infeksi secara keseluruhan di masyarakat," jelas Menteri Kesehatan Norwegia Bent Hoeie seperti dikutip The Straits Times.

Di Prancis, pihak berwenang telah menunda suntikan kedua dari empat minggu menjadi enam minggu sejak Jumat untuk mempercepat kampanye penyuntikannya.

"(Itu) akan memungkinkan kami untuk melakukan vaksinasi lebih cepat tanpa mengurangi perlindungan," kata Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran kepada surat kabar JDD.

Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperbarui panduannya untuk memberikan waktu hingga 42 hari antara dosis vaksin Pfizer dan Moderna, agar lebih fleksibel bagi orang untuk mendapatkan suntikan kedua.

Komite Penasihat Nasional Kanada untuk Imunisasi (Naci) mengeluarkan pedoman pada bulan Maret yang memungkinkan provinsi untuk memperpanjang waktu pemberian vaksi antara dosis pertama dan kedua hingga maksimum empat bulan - jika pasokan vaksin terbatas.

Baca Juga: Pemerintah kejar target vaksinasi 1 juta dosis per hari

"Hal penting yang kami pelajari adalah bahwa vaksin ini bekerja, mereka memberikan tingkat perlindungan yang sangat tinggi dan perlindungan itu bertahan selama berbulan-bulan," kata Dr Bonnie Henry, petugas kesehatan British Columbia, mengatakan kepada Yahoo News Kanada.

"Memperpanjang dosis kedua ini memberikan perlindungan dunia nyata yang sangat tinggi kepada lebih banyak orang lebih cepat," tambahnya.

Namun, tidak semua ahli yakin tentang perlunya menunda dosis kedua, karena khawatir kehadiran orang yang diimunisasi sebagian dapat memicu varian yang lebih berbahaya.

"Virus akan berkembang sebagai respons terhadap antibodi, terlepas dari bagaimana kita memberikan vaksin," kata Dr Paul Bieniasz, seorang retrovirolog di Universitas Rockefeller, seperti dikutip oleh majalah Scientific American. 

"Pertanyaannya adalah: Apakah kita akan mempercepat evolusi itu dengan menciptakan populasi di sebuah negara dengan kekebalan parsial?"

Selanjutnya: Vaksinasi gotong royong, Mendag: Upaya pemerintah dan swasta gerakkan ekonomi



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×