kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah negara menunda vaksin Covid-19 dosis kedua, apa alasannya?


Rabu, 19 Mei 2021 / 08:44 WIB
Sejumlah negara menunda vaksin Covid-19 dosis kedua, apa alasannya?
ILUSTRASI. Sejumlah negara di seluruh dunia telah memilih untuk menunda pemberian dosis kedua vaksin Covid-19. Jeenah Moon/Pool via REUTERS


Sumber: The Straits Times | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Di Prancis, pihak berwenang telah menunda suntikan kedua dari empat minggu menjadi enam minggu sejak Jumat untuk mempercepat kampanye penyuntikannya.

"(Itu) akan memungkinkan kami untuk melakukan vaksinasi lebih cepat tanpa mengurangi perlindungan," kata Menteri Kesehatan Prancis Olivier Veran kepada surat kabar JDD.

Di Amerika Serikat, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperbarui panduannya untuk memberikan waktu hingga 42 hari antara dosis vaksin Pfizer dan Moderna, agar lebih fleksibel bagi orang untuk mendapatkan suntikan kedua.

Komite Penasihat Nasional Kanada untuk Imunisasi (Naci) mengeluarkan pedoman pada bulan Maret yang memungkinkan provinsi untuk memperpanjang waktu pemberian vaksi antara dosis pertama dan kedua hingga maksimum empat bulan - jika pasokan vaksin terbatas.

Baca Juga: Pemerintah kejar target vaksinasi 1 juta dosis per hari

"Hal penting yang kami pelajari adalah bahwa vaksin ini bekerja, mereka memberikan tingkat perlindungan yang sangat tinggi dan perlindungan itu bertahan selama berbulan-bulan," kata Dr Bonnie Henry, petugas kesehatan British Columbia, mengatakan kepada Yahoo News Kanada.

"Memperpanjang dosis kedua ini memberikan perlindungan dunia nyata yang sangat tinggi kepada lebih banyak orang lebih cepat," tambahnya.

Namun, tidak semua ahli yakin tentang perlunya menunda dosis kedua, karena khawatir kehadiran orang yang diimunisasi sebagian dapat memicu varian yang lebih berbahaya.

"Virus akan berkembang sebagai respons terhadap antibodi, terlepas dari bagaimana kita memberikan vaksin," kata Dr Paul Bieniasz, seorang retrovirolog di Universitas Rockefeller, seperti dikutip oleh majalah Scientific American. 

"Pertanyaannya adalah: Apakah kita akan mempercepat evolusi itu dengan menciptakan populasi di sebuah negara dengan kekebalan parsial?"

Selanjutnya: Vaksinasi gotong royong, Mendag: Upaya pemerintah dan swasta gerakkan ekonomi




TERBARU

[X]
×