Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian
Ketika ditanya apakah negara pelaku serangan siber telah diidentifikasi, Morrison kembali menegaskan, ia tidak akan menyebutkan. "Yang saya bisa konfirmasi yaitu, tidak banyak aktor peretas berbasis negara yang terlibat dalam aktivitas semacam ini," katanya. Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, tiga negara teratas yang diduga mensponsori operasi serangan siber ke negara lain yaitu China, Rusia dan Iran.
Sementara Chief Executive Officer The Cyber Security Cooperative Research Centre (CSCRC), Rachael Falk mengatakan, meski banyak pihak ingin menunjuk sebuah negara sebagai pelaku serangan, sikap menyalahkah justru bisa jadi "gangguan". "Pesan Perdana Menteri jelas, lindungi data pribadi dan bisnis Anda yang berharga. Ancaman datang dari mana saja, setiap hari," terang Falk. Ia menyarankan masyarakat memastikan kata sandi tetap aman dan melakukan pembaruan keamanan pada ponsel.
Morrison mengingatkan, pengumuman serangan kali ini bukan untuk menambah kekhawatiran masyarakat, tapi justru untuk memberitahu mereka. Morrison mengaku sulit memastikan mtif pelaku. "Saya bisa sampaikan bahwa agen-agen kita telah menggagalkan banyak serangan, tapi ini masalah yang sangat kompleks," jelasnya.
Hubungan kedua negara belakangan memanas. Mengutip dw.com, Jumat (19/6), pemicunya menyusul sikap Australia yang vokal menyuarakan kritik terhadap Partai Komunis Cina, antara lain desakan investigasi indpenden terhadap asal muasal wabah Covid-19.
Jiran di selatan itu juga belakangan mempermasalahakan praktik pemaksaan ekonomi oleh China. Beijing diduga menggunakan perusahaan teknologi seperti Huawei sebagai alat spionase atau untuk memperkuat posisi Tiongkok dalam negosiasi bilateral. Sebagai balasan Beijing memperingatkan mahasiswa dan wisawatan China agar menghindari Australia dan menghukum mati seorang warga negara Australia atas dakwaan penyelundupan obat terlarang.