kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Setelah adu kungfu dengan India, China dituding menyerang Australia


Jumat, 19 Juni 2020 / 21:04 WIB
Setelah adu kungfu dengan India, China dituding menyerang Australia
ILUSTRASI. People stroll through a park in front of the Sydney Opera House amidst the easing of the coronavirus disease (COVID-19) restrictions in Sydney, Australia, May 20, 2020. REUTERS/Loren Elliott


Reporter: Ahmad Febrian | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - SYDNEY. Belakangan ini, selain Korea Utara, Donald Trump, China acapkali menjadi pemberitaan internasional. Sebut saja pengerahan alat canggih ke Laut China Selatan yang membikin resah negara Asia Tenggara. Lalu pengerahan jet tempur ke Taiwan. Dan terakhir, bentrokan tangan kosong ala film kungfu dengan India. 

Nah, Jumat (19/6) China kembali menjadi pemberitaan dunia. Pemerintah Australia mengecam serangan siber terhadap berbagai instansi pemerintah, industri dan organisasi. Perdana Menteri Australia, Scott Morrison menyatakan, lembaga-lembaga di Australia, baik pemerintah dan swasta, saat ini menjadi sasaran serangan dari peretas "berbasis negara".

Meski Morrison menolak  menyebutkan negara mana yang dia maksud,  sumber ABC di kalangan pejabat yakin, China berada di balik serangan jahat tersebut. Morrison menekankan serangan itu bukan baru terjadi, melainkan berlangsung terus-menerus. Ia meminta lembaga-lembaga pemerintah swasta untuk meningkatkan pengamanan situs website mereka.

Tentu saja China membantah di balik serangan siber tersebut.  Kementerian Luar Negeri (Kemlu) China yakin, klaim peretasan dari lembaga think tank Australian Strategic Policy Institute (ASPI). "Lembaga ini telah lama menerima dana dari perusahaan-perusahaan senjata AS," tuding Juru bicara Kemlu China, Zhao Lijian, mengutip ABC, Jumat (19/6).

Meski hubungan kedua negara sebelumnya sempat memanas. sikap resmi Pemerintah Australia  terkesan sangat hati-hati.

Ketika ditanya apakah negara pelaku serangan siber telah diidentifikasi, Morrison kembali menegaskan, ia tidak akan menyebutkan. "Yang saya bisa konfirmasi yaitu, tidak banyak aktor peretas berbasis negara yang terlibat dalam aktivitas semacam ini," katanya. Menurut Dewan Hubungan Luar Negeri, tiga negara teratas yang diduga mensponsori operasi serangan siber ke negara lain yaitu China, Rusia dan Iran.

Sementara Chief Executive Officer The Cyber Security Cooperative Research Centre (CSCRC), Rachael Falk mengatakan, meski banyak pihak ingin menunjuk sebuah  negara sebagai pelaku serangan, sikap menyalahkah justru bisa jadi "gangguan".  "Pesan Perdana Menteri jelas, lindungi data pribadi dan bisnis Anda yang berharga. Ancaman datang dari mana saja, setiap hari," terang Falk. Ia menyarankan masyarakat memastikan kata sandi tetap aman dan melakukan  pembaruan keamanan pada ponsel. 

Morrison mengingatkan, pengumuman serangan  kali ini bukan untuk menambah kekhawatiran masyarakat, tapi justru untuk memberitahu mereka. Morrison mengaku sulit memastikan mtif pelaku. "Saya bisa sampaikan bahwa agen-agen kita telah menggagalkan banyak serangan, tapi ini masalah yang sangat kompleks," jelasnya.

Hubungan kedua negara belakangan memanas. Mengutip dw.com, Jumat (19/6), pemicunya  menyusul sikap Australia yang vokal menyuarakan kritik terhadap Partai Komunis Cina, antara lain desakan investigasi indpenden terhadap asal muasal wabah Covid-19.

Jiran di selatan itu juga belakangan mempermasalahakan praktik pemaksaan ekonomi oleh China. Beijing diduga menggunakan perusahaan teknologi seperti Huawei sebagai alat spionase atau untuk memperkuat posisi Tiongkok dalam negosiasi bilateral.  Sebagai balasan Beijing memperingatkan mahasiswa dan wisawatan China agar menghindari Australia dan menghukum mati seorang warga negara Australia atas dakwaan penyelundupan obat terlarang.




TERBARU

[X]
×