Sumber: Fortune | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - Starbucks berencana memangkas sekitar 30% dari menu makanan dan minumannya sebagai bagian dari strategi "Kembali ke Starbucks" yang diusung CEO Brian Niccol.
Langkah ini bertujuan menyederhanakan menu yang dinilai terlalu rumit serta mengurangi minuman dengan kustomisasi berlebihan.
Dalam laporan laba kuartal pertama yang dirilis Selasa (30/1), Niccol mengonfirmasi bahwa sejumlah item menu akan dihapus pada akhir tahun fiskal September 2025.
Baca Juga: Starbucks Akan PHK Karyawan Sebagai Bagian dari Upaya Pemulihan Bisnis
Meski belum merinci produk yang akan dihilangkan, ia sebelumnya menyatakan bahwa menu yang terlalu kompleks kemungkinan besar akan menjadi target utama.
"Kami perlu mengurangi elemen yang membingungkan dalam menu makanan dan minuman. Hal ini akan membuka peluang inovasi yang lebih baik, lebih disukai pelanggan, serta memberi barista kesempatan menunjukkan keahlian mereka dan berinteraksi lebih baik dengan pelanggan," ujar Niccol kepada Fortune.
Ketika ditanya tentang kemungkinan membedakan menu pagi dan sore, Niccol tidak menutup kemungkinan tersebut. Ia juga menekankan pentingnya digitalisasi menu dalam 18 bulan ke depan untuk mempermudah kustomisasi dan pilihan tambahan bagi pelanggan.
Baca Juga: Mulai 27 Januari, Starbucks Larang Penggunaan Fasilitas di Gerainya Tanpa Membeli
Pada laporan keuangan terbaru, Starbucks mencatat penurunan penjualan sebesar 4% di Amerika Utara dan AS. Namun, Niccol menyebut adanya peningkatan lalu lintas pelanggan non-anggota Starbucks Rewards dan daya tarik harga susu non-susu bagi pelanggan lama.
Selain perubahan menu, Starbucks juga mengembalikan bilah bumbu untuk susu dan gula yang sempat dihapus saat pandemi.
Perusahaan juga memperkenalkan kembali cangkir keramik serta pesan tulisan tangan pada cangkir kopi untuk menciptakan suasana kedai kopi yang lebih personal dan komunitas.
Baca Juga: Starbucks Terapkan Aturan Baru, Toilet Cafe Hanya untuk Pelanggan yang Membeli
"Masih banyak yang harus kami lakukan untuk mengembalikan Starbucks ke jalur yang diharapkan. Namun, jika kami berhasil, perusahaan akan berada dalam posisi yang lebih kuat untuk pertumbuhan masa depan," tutup Niccol.