Sumber: BBC | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kejayaan Sir Alex Ferguson sebagai manajer Manchester United tidak hanya ditentukan oleh strategi taktisnya, tetapi juga kemampuannya membangun tim yang solid, memotivasi pemain, dan melakukan inovasi dalam sepak bola modern.
Pada tahun 2005, dalam suasana panas di ruang ganti Estadio do Benfica, Sir Alex Ferguson menghadapi seorang pemain muda bernama Cristiano Ronaldo.
Saat itu, Ronaldo menerima kritik keras dari Ferguson karena dinilai terlalu memaksakan diri untuk membuktikan kualitasnya. Momen ini menjadi salah satu tonggak penting yang mengubah Ronaldo menjadi pemain terbaik dunia.
Baca Juga: Pep Guardiola di Ambang Keputusan Besar, Tanda-tanda Akhir Era di Manchester City?
Ferguson memahami bahwa kombinasi antara dorongan keras dan dukungan emosional sangat penting bagi perkembangan pemain. Kritik tersebut bukan sekadar teguran, tetapi bagian dari strategi panjang Ferguson untuk membentuk mentalitas juara pada Ronaldo.
Transformasi dan Reorganisasi Tim
Setelah masa kejayaan di awal 2000-an, Manchester United memasuki fase transisi. Arsenal dan Chelsea menjadi kekuatan dominan di Liga Inggris, memaksa Ferguson untuk melakukan perubahan besar.
Pada musim panas 2004, Ferguson membawa masuk pemain muda seperti Wayne Rooney dan asisten pelatih Carlos Queiroz.
Queiroz memainkan peran penting dalam membangun kembali skuad dengan fokus pada pendekatan taktis yang lebih modern, termasuk penerapan strategi menyerang cepat dan adaptasi terhadap sepak bola Eropa.
Baca Juga: Mohamed Salah, Mesin Gol Liverpool yang Tak Terhentikan
“Kami membutuhkan kecepatan untuk mengurangi waktu reaksi lawan. Wayne dan Cristiano benar-benar mengubah dinamika tim,” ujar Queiroz.
Jalan Menuju Moskow 2008
Musim 2007-08 menjadi puncak dari semua upaya Ferguson. Dengan fondasi yang dibangun dari kombinasi pemain muda berbakat seperti Ronaldo dan Rooney, serta pemain berpengalaman seperti Rio Ferdinand dan Nemanja Vidic, Manchester United tampil sebagai kekuatan tak tertandingi di Eropa.
Pada malam final Liga Champions 2008 di Stadion Luzhniki, Moskow, Ferguson memberikan pidato yang menginspirasi.
Ia mengingatkan para pemain tentang perjuangan hidup dan pentingnya kerja keras. Pesan tersebut tidak hanya memotivasi secara emosional, tetapi juga menanamkan rasa tanggung jawab yang mendalam di dalam diri setiap pemain.
Baca Juga: Miris! Tikus Serbu Old Trafford, Reputasi Kebersihan Kandang MU Tercoreng
Warisan Abadi Sir Alex Ferguson
Kesuksesan Manchester United di Moskow, yang ditandai dengan kemenangan atas Chelsea melalui drama adu penalti, menjadi momen puncak karier Ferguson.
Keberhasilan ini tidak hanya menambah koleksi trofi, tetapi juga memperkokoh statusnya sebagai salah satu manajer terbaik sepanjang masa.
Ferguson dikenal tidak hanya karena prestasinya, tetapi juga karena kemampuannya untuk terus berinovasi dan membangun ulang tim dalam berbagai era.
Dari generasi “Class of 92” hingga tim yang memenangkan Liga Champions 2008, Ferguson selalu menemukan cara untuk menjaga Manchester United tetap kompetitif di level tertinggi.